PAKAIAN SAFETY (WEARPACK) DENGAN LABEL OEKO-TEX STANDARD 100



TUGAS 1
PENGUJIAN & EVALUASI TEKSTIL 3


PAKAIAN SAFETY (WEARPACK) DENGAN LABEL OEKO-TEX STANDARD 100
(diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pengujian & Evaluasi Tekstil 3)














Disusun Oleh:



Nama                    :           Novia Nurfajrianty
NPM                    :           16020089                   
Grup                     :           2K3
Dosen                   :           Nyi Mas Susyami Hitariyat, S.Teks. M.Si




POLITEKNIK STTT BANDUNG

2018



KATA PENGANTAR


Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tugas ini tentang pakaian safety (wearpack) dengan label oeko-tex standard 100
Paper ini telah penulis telah dengan maksimal menyusun dan mendapatkan bantuan dari berbagai media dan pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan paper ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan bak dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapa memperbaiki paper ini.
Akhir kata penulis berhadap semoga paper ini dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.






Bandung, April 2018













BAB I
PENDAHULUAN


1.1  LATAR BELAKANG
Setiap industri misalnya pada industri tekstil, otomotif, ataupun perusahaan listrik dan lain sebagainya memiliki potensi akan terjadinya bahaya dan kecelakaan kerja. Namun demikian peraturan telah meminta agar setiap industri mengantisipasi dan meminimalkan bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan atau terancamnya keselamatan seseorang baik yang ada dalam industri itu sendiri ataupun bagi masyarakat di sekitar industri. Kecelakaan saat bekerja terkadang sulit untuk dihindari. Pemicu utamanya adalah kurangnya kesadaran pekerja untuk mematuhi prosedur yang berlaku ditempat kerja. Serta beberapa perlengkapan yang belum memenuhi standar keselamatan kerja. Oleh karena itu, alat pelindung diri (APD) sangat diperlukan untuk menjamin keselamatan kerja. Baju keselamatan kerja termasuk dalam alat pelindung diri yang dimasukkan dalam kategori wajib dalam bekerja. Baju keselamatan kerja atau pakaian safety (safety wear) lebih dikenal masyarakat sebagai wearpack.
Wearpack dibuat dengan penyempurnaan khusus demi terciptanya perlindungan seperti penyempurnaan anti api, anti air, anti minyak dan lain-lain. Sehingga dibutuhkan zat-zat khusus pada penyempurnaan tersebut. Hal ini dapat menimbulkan pertanyaan, apakah zat tersebut dapat berbahaya bagi kesehatan maupun lingkungan atau tidak. Maka agar tidak menimbulkan perpecahan dalam menyimpulkan bahwa produk tersebut aman atau tidak, dilakukan proses standarisasi atau sertifikasi baik secara nasional maupun internasional.
Oeko-tex standard 100 merupakan standar pengujian badan independen terhadap barang-barang tekstil. Oeko-Tex Standard 100 merupakan sistem pengujian dan sertifikasi yang sama di seluruh dunia. Pengujian ini dilakukan agar dapat memastikan konsumen yang menggunakan produk tekstil aman dari zat kimia yang berbahaya antara lain seperti: Alkylphenols, phthalates, bromida, zat warna azo, senyawa organotin, logam berat dan masih banyak yang ditemukan pada kain yang kita pakai sehari-hari.

1.2  TUJUAN
Untuk mengetahui bagaimana cara mendapatkan sertifikat Oeko-Tex standard 100 dengan berdasarkan pengujian yang telah ditentukan, sehingga dapat mengetahui pengujian-pengujian apa saja yang dilakukan pada pakaian safety atau wearpack.

BAB II
DASAR TEORI


2.1 WEARPACK
Wearpack merupakan pakaian keselamatan kerja yang wajib dipakai pada beberapa bidang pekerjaan, misalnya pada industri tekstil. Kecelakaan saat bekerja terkadang sulit untuk dihindari. Pemicu utamanya adalah kurangnya kesadaran pekerja untuk mematuhi prosedur yang berlaku ditempat kerja. Serta beberapa perlengkapan yang belum memenuhi standar keselamatan kerja. Oleh karena itu, alat pelindung diri (APD) sangat diperlukan untuk menjamin keselamatan kerja. Baju keselamatan kerja termasuk dalam alat pelindung diri yang dimasukkan dalam kategori wajib dalam bekerja. Baju keselamatan kerja atau pakaian safety (safety wear) lebih dikenal masyarakat sebagai wearpack.
Wearpack wajib digunakan pada pekerja yang memiliki profesi khusus yang tingkat kesulitannya tinggi dan membutuhkan pengamanan khusus.

Fungsi Wearpack
Fungsi wearpack pada umumnya adalah untuk melindungi tubuh dari hal yang dapat membahayakan atau mengakibatkan kecelakaan saat bekerja. Tingkat perlindungan yang diberikan pun beragam sesuai dengan kebutuhan.
Selain berfungsi sebagai alat pelindung, pakaian keselamatan kerja juga mempunyai fungsi lain yaitu sebagai identitas. Fungsi identitas bertujuan untuk menyeragamkan pekerja dan menunjukkan identitas jabatan. Misalkan pakaian kerja dengan warna berbeda antara pekerja las dengan pekerja elektrik. Dengan adanya identitas ini, maka divisi pekerjaan seseorang akan dapat dibedakan. Untuk lebih memudahkan lagi. Pakaian kerja biasanya diberikan penambahan bordir seperti logo perusahaan atau bordir tulisan pada bagian – bagian tertentu. Sehingga dapat menunjukkan identitas sebuah perusahaan dan divisi pekerjaan.

Jenis Wearpack Berdasarkan Fungsi
Berdasarkan kegunaan atau fungsinya, wearpack dibagi menjadi wearpack safety dan wearpack biasa. Keduanya mempunyai fungsi yang sama sebagai alat pelindung diri. Namun, prioritas perlindungannya berbeda.
Wearpack safety adalah pakaian keselamatan yang dirancang dengan design khusus, bahan khusus seperti bahan anti api dan umumnya dilengkapi dengan bahan reflective ( scothlite ), yang digunakan untuk pekerja yang membutuhkan prioritas tingkat perlindungan tinggi.
Sedangkan wearpack biasa dipakai untuk bidang pekerjaan yang membutuhkan tingkat perlindungan sedang.

Bahan Pembuatan Wearpack
Pemilihan bahan kain khusus seperti anti api (flame retandant), anti air (water repellent) dan lain – lain. Menjadikan fungsi wearpack safety atau safety overall menjadi lebih sempurna sebagai pakaian pelindung. Karenanya sebisa mungkin baju keselamatan kerja harus dibuat dengan bahan sesuai kebutuhan pemakainya. Serta nyaman walaupun dipakai kerja seharian penuh. Jika pekerja bekerja dengan suasana redup cahaya atau malam hari. Penambahan reflektor atau scotlite pada baju keselamatan kerja sangat dianjurkan. Reflektor / scotlite dapat memantulkan cahaya yang diterima secara maksimal. Sehingga objek tetap terlihat, walaupun dalam keadaan rendah cahaya. Jenis reflektor atau scotlte akan menentukan daya pantul maksimal dan ketahanan pemakaian (lamanya penggunaan).

Model – Model Wearpack
1.    Pakaian safety yang menyerupai jumpsuit dan berukuran longgar agar lebih leluasa.
2.    Wearpack memiliki banyak saku di kiri – kanan baik dibagian atas maupun dibagian celana.
3.    Pakaian keselamatan yang bagian depannya menggunakan resleting dan ada yang menggunakan kancing.
4.    Baju keselamatan yang khas dan memiliki banyak saku. Dibuat agar pemakainya mudah menjangkau alat – alat dan keperluan lainnya untuk meningkatkan efisiensi kerja.

Penggunaan Wearpack Yang Aman
Berikut adalah beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam penggunaan pakaian keselamatan kerja :
1.    Pemilihan bahan pakaian keselamatan, harus memperhitungkan kemungkinan bahaya yang akan dialami pekerja.
2.    Pakaian keselamatan kerja harus sesuai dengan ukuran dan tidak menghalangi kerja. Agar gerakan anda lebih fleksibel.
3.    Jangan memakai pakaian yang longgar atau dasi. Terutama saat mendekati mesin yang berjalan.
4.    Bagi anda yang bekerja diarea yang rawan meledak. Hindari pakaian kerja yang mudah terbakar.
5.    Gunakan baju dengan panjang lengan yang sesuai dengan pekerjaan.
6.    Jangan memasukkan benda tajam, runcing, dan bahan mudah terbakar kedalam kantong pakaian kerja.
7.    Tenaga kerja yang menghadapi debu yang mudah terbakar. Dilarang menggunakan pakaian kerja yang memiliki kantung.

Kelebihan dan Kekurangan Wearpack :
· Kelebihan :
Lebih nyaman dalam bekerja.
Dapat melindungi badan dari percikan benda-benda logam
· Kekurangan :
Terkadang pakaian kerja yang terbuat dari kain yang bahannya kurang bagus dapat membuat pekerja tidak nyaman ketika memakainya.

2.2 PROSES PEMBUATAN
2.2.1        Bahan (Jenis Serat yang digunakan)
Bahan yang digunakan merupakan kain japan drill.
Kain japan drill adalah jenis kain drill yang memiliki serat besar dengan komosisi bahan cotton lebih banyak dengan poliester yang lebih sedikit sehingga lebih nyaman dipakai. Jenis kain japan drill memiliki karakteristik lebih kuat dan tebal dibandingkan jenis kain drill lainnya. Jenis bahan japan drill merupakan kain yang paling populer.

2.2.1.1 Serat Kapas
Serat kapas merupakan salah satu bahan tekstil yang berasal dari serat alam, yaitu serat biji tanaman Gossypium yang tumbuh di daerah lembab dan banyak disinari matahari. Tanaman Gossypium termasuk keluarga Malvaceae. Pertumbuhan tanaman kapas sangat bergantung pada tempat tumbuhnya. Tanaman ini tumbuh di daerah yang beriklim subtropis seperti Asia, Afrika, Amerika Selatan dan Amerika Utara. Komposisi serat kapas tergantung pada jenis tanaman dan derajat kesadahannya.Sekitar 90% komposisi serat kapas terdiri dari selulosa, sedangkan sisanya adalah protein, pektin, malam, lemak, pigmen alam, mineral, dan air. Serat kapas memegang peranan penting dalam bidang tekstil. Dengan berkembangnya serat sintetik tidak menyebabkan serat kapas mulai ditinggalkan, namun dengan adanya perkembangan serat buatan,meningkatkan penggunaan serat campuran yang memiliki sifat saling melengkapi kedua sifat tersebut. Hal ini disebabkan karena serat kapas masih memiliki beberapa keunggulan yang tidak dapat ditiru oleh serat buatan. Keunggualan serat kapas diantaranya mempunyai daya serap yang baik terhadap air, sehingga nyaman apabila dipakai. Serat kapas juga mempunyai beberapa kekurangan seperti mudah kusut dan mengkeret dalam pencucian.

Morfologi Serat Kapas

Bentuk morfologi penampang melintang serat kapas sangat bervariasi dari bentukpipih sampai bentuk bulat, tetapi pada umumnya berbentuk seperti ginjal yang terdiri daribagian kutikula, dinding primer, dinding sekunder, dan lumen. Sedangkan bentuk penampang membujur serat kapas adalah pipih seperti bentuk pita yang terpilin atau terpuntir membentuk puntiran dengan interval tertentu. Kearah memanjang, serat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian besar, bagian badan, dan bagyian ujung. Bentuk penampang melintang dan bentuk penampang membujur serat kapas disajikan pada gambar berikut ini :
Gambar. Penampang Melintang dan Membujur Serat Kapas
Sumber : Soeprijono, dkk, Serat-serat Tekstil, ITT , Bandung, 1973, hlm 41. Dimensi serat kapas (perbandungan panjang dan diameter) pada umumnya bervariasi dari 1000 : 1 sampai 5000 : 1.

Komposisi Serat Kapas

Serat kapas mentah mengandung selulosa. Selain selulosa, pada kapas mentah mengandung pektin, lemak/malam, pigmen alam, mineral dan air. Komposisi serat kapas berbeda-beda tergantung dari berbagai hal, antara lain jenis tanaman kapasnya, kondisitanah, cuaca, kualitas air untuk irigasi, dan zat kimia yang digunakan untuk pupuk dan pestisidanya. Komposisi serat kapas dapat dilihat pada Tabel berikut : Tabel Persen Komposisi Serat Kapas
Komposisi
% pada Serat
% pada Dinding Serat
Selulosa
88 – 96
52
Pektin
0,7 – 1,2
12
Lilin
04 – 1
7,0
Protein
1,1 – 1,9
12
Abu
0,7 – 1,6
3
Senyawa Organik
0,5 – 1,0
14
Sumber : Rahayu Hariyanti, Bahan Ajar Praktikum Evaluasi Kimia 1, STTT
Bandung 2005, hlm 15

a.         Selulosa
Kandungan selulosa dalam kapas mentah berkisar antara 80% sampai 85 % sedangkan dalam serat kapas yang telah dimasak dan dikelantang antara 99,5% sampai 99,5%.
b.        Pektat
Jumlah pektin diperkirakan sekitar 0,6-1,2 %, Pektin adalah karbohidrat dengan berat molekul tinggi dan struktur rantai seperti selulosa. Pektin dapat dihilangkan dalam pemasakan kapas dengan larutan natrium hidroksida. Proses penghilngan pektin tidak banyak mempengaruhi kekuatan maupun perusakan.
c.         Zat-zat yang mengandung protein
Diperkirakan bahwa zat protein dalam kapas adalah sisa-sisa protoplasma yang tertinggal didalam lumen setelah selnya mati ketika buahnya membuka. Kadar nitrogen didalam serat kapas kira-kira 3% dan apabila dirubah menjadi protein dengan faktor 6,25 akan memberikan kadar protein 1,875%. Pemasakan kapas mengurangi kadar nitrogen menjadi kira-kira 1/10 kadar aslinya.
d.        Abu
Kadar abu kapas sekitar 2%-3%, yang terdiri dari magnesium, kalium karbonat atau kalsium, fosfat,sulfat atau chlorida dan garam garam karbonat. Pemasakan dan pemutihan akan mengurangi kadar abu kapas menjadi kurang dari 0,1%.



Struktur Molekul Serat Kapas

a.    Struktur Kimia Serat Kapas

Serat kapas tersusun atas selulosa yang komposisi murninya telah lama diketahui sebagai zat yang terdiri dari unit-unit anhidro-beta-glukosa dengan rumus empiris (C6H10O5)n dengan n adalah derajat polimerisasi yang tergantung dari besarnya molekul. Selulosa dengan rumus empiris (C6H10O5)n merupakan suatu rantai polimer linier yang tersusun dari kondensat molekul-molekul glukosa  yang dihubungkan oleh jembatan oksigen pada posisi atom karbon nomor satu dan empat. Stuktur rantai-rantai molekul selulosa disusun dan diikat satu dengan yang lainnya melalui ikatan Van der Waals. Struktur kimia dari selulosa dapat dilihat pada Gambar.
Gambar Struktur Molekul Selulosa
Sumber: Soeprijono, P.Serat-Serat Tekstil, Institut Teknologi Tekstil, Bandung, 1973 halaman 45
Setiap satuan glukosa mengandung tiga gugus hidroksil (-OH). Gugus hidroksil pada atom karbon nomor lima merupakan alkohol primer (-CH2OH), sedangkan pada posisi 2 dan 3 merupakan alkohol sekunder (HCOH). Kedua jenis alkohol tersebut mempunyai tingkat kereaktifan yang berbeda. Gugus hidroksil alkohol primer lebih reaktif daripada gugus hidroksil alkohol sekunder. Gugus hidroksil merupakan gugus fungsional yang sangat menentukan sifat kimia serat kapas, sehingga serat selulosa dinotasikan sebagai sel-OH dalam penulisan mekanisme reaksi.

a.         Struktur Fisika Serat Kapas
Serat kapas tersusun dari suatu rantai panjang anhidrida glukosa yang diorientasikan dan diikat satu dengan lainnya melalui ikatan atau gaya hidrogen danvan der Waals. Orientasi rantai molekul seluosa tersebut tidak semuanya sempurna, karena dipisahkan oleh bagianbagian disorientasi secara berselang-seling. Sesunan rantai molekul selulosa yang teririentasi teratur disebut kristalin, sedangkan yang tidak teratur (disorientasi) disebut amorf. Dari difraksi sinar X diketahui bahwa selulosa terdiri dari 75 % bagian kristalin dan sisanya bagian amorf. Bagian amorf mempunyai daya serap yang lebih besar dan kekuatan yang lebih rendah dibandingkan dengan kristalin.
Pada bagian kristalin letak dan jarak antara molekul-molekul selulosa tersusun sangat teratur dan sejajr satu sama lain. Pada bagian amorf letak dan jarak antara molekul-molekul selulosa tidak teratur (ada jarak antara masing-masing molekul selulosa yang besar dan kecil ). Pada jarak yang besar inilah molekul-molekul air dapat masuk sehingga volume seat akan bertambah. Bentuk kristalin dan amorf serat kapas dapat dilihat pada Gambar.
Gambar. Struktur Selulosa dengan Rantai Panjang Membentuk Bagian Kristalin dan Amorf
Sumber: Maya Komalasari, Serat Tekstil 1, Sekolah tinggi Teknologi Tekstil, Bandung.

Sifat – Sifat Serat Kapas

1. Sifat Fisika

a.         Warna
Warna kapas tidak betul-betul putih biasanya sedikit krem. Adanya warna ini disebabkan oleh pigmen alam yang terkandung di dalam serat kapas. Pigmen yang menimbulkan warna pada kapas belum diketahui dengan pasti. Warna kapas akan semakin tua setelah penyimpanan selama 2 sampai 5 tahun. Karena pengaruh cuaca yang lama, debu, dan kotoran akan menyebabkan warna keabu-abuan.
b.         Kekuatan
Kekuatan serat perbundelnya adalah 70.000 sampai 96.700 pon per inci persegi. Kekuatan serat terutama dipengaruhi oleh kadar selulosa dalam serat, panjang rantai dan orientasinya. Dalam suasana basah, serat kapas akan memiliki kekuatan yang lebih besar dibanding dalam keadaan kering. Hal ini disebabkan karena pada keadaan basah bentuk serat akan mengelembung sehingga puntiran hilang. Dengan demikian gaya tarik yang diderita akan tersebar sepanjang serat.
c.         Mulur
Mulur saat putus serat kapas termasuk tinggi diantara serat-serat selulosa yang lainnya yaitu berkisar 4-13 % dengan rata – rata 7% bergantung pada jenis serat kapasnya dan rata – rata mulur sebesar 7%

d.        Kekakuan (stiffness)

Kekakuan adalah daya tahan terhadap perubahan bentuk atau perbandingan kekuatan saat putus dengan mulur saat putus.

e.         Keliatan (toughness)

Keliatan adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan suatu benda untuk menerima         kerja.   Serat        kapas   memiliki          keliatan            yang    relatif   tinggi   jika dibandingkan dengan serat-serat selulosa yang diregenerasi.
f.          Moisture regain
Serat kapas mempunyai affinitas yang besar terhadap air. Serat kapas yang kering bersifat kasar, rapuh dan kekuatannya rendah. Moisture regain serat kapas bervariasi sesuai dengan perubahan kelembaban relatif, pada kondisi standar kandungan air serat kapas berkisar antara 7-8,5%.
g.         Berat jenis
Berat jenis serat kapas adalah 1,5-1,56.
h.         Indeks bias
Indeks bias serat kapas sejajar dengan sumbu serat adalah 1,58. Sedangkan indeks bias melintang sumbu serat adalah 1,53.

2.    Sifat Kimia

a.         Pengaruh asam
Serat kapas tahan terhadap     asam    lemah, sedangkan asam kuat akan mengurangi kekuatan serat kapas karena dapat memutuskan rantai molekul selulosa (hidroselulosa). Asam kuat dalam larutan menyebabkan degradasi yang cepat sedangkan larutan yang encer apabila dibiarkan mengering pada serat akan menyebabkan penurunan kekuatan.
b.        Pengaruh alkali
Alkali kuat pada suhu didih air dan pengaruh adanya oksigen dalam udara akan menyebabkan terbentuknya oksiselulosa. Alkali pada kondisi tertentu akan mengelembungkan serat kapas.
c.         Pengaruh oksidator
Oksidator dapat menyebabkan terjadinya oksiselulosa yang mengakibatkan penurunan kekuatan serat. Derajat kerusakan serat bergantung pada konsentrasi, pH dan suhu pengerjaan.
d.        Pengaruh mikroorganisme
Dalam keadaan lembab dan hangat, serat kapas mudah terserang jamur dan bakteri. Tetapi pada kondisi kering, serat kapas mempunyai ketahanan yang cukup baik terhadap jamur dan mikroorganisme.

2.2.1.2 Serat Poliester

Serat poliester mulai pertengahan abad duapuluh merupakan serat buatan yang paling banyak digunakan. Poliester dengan nama dagang Dacron dibuat dari asam tereftalat dan etilena glikol, sedangkan Terylene dibuat dari dimetil tereftalat dan etilena glikol, struktur Dacron dan Terylene:
Serat poliester adalah serat sintetik yang paling banyak digunakan untuk bahan tekstil. Serat ini merupakan suatu polimer hasil reaksi antara monomer asam terftalat dan etilena glikol.
Pada pembuatan serat poliester, etilena glikol direaksikan dimetil tereftalat atau asam tereftalat yang dikenal dengan istilah PTA (pure terphthalate acid). Hasil reaksi berupa ester dari etilena terftalat kemudian dipolimerisasikan pada suhu tinggi sehingga terjadi reaksi polimerisasi membentuk polietilena tereftalat. Hasil polimerisasi di Industri umumnya dibuat dalam bentuk butiran-butiran kasar yang disebut chips poliester.











Chips poliester oleh industri pembuatan serat dipanaskan sampai meleleh kemudian dipintal dengan menyemprotkan lelehan poliester melalui cetakan berbentuk lubang-lubang kecil yang disebut spinneret. Hasil pemintalan berupa filamen filamen poliester. Untuk membuat serat poliester agak suram agar mirip dengan serat alam, di dalam pemintalannya dapat ditambahkan zat penyuram yang berupa oksida misalnya titanium dioksida.

Sifat Serat Poliester
Serat poliester merupakan serat buatan yang paling banyak divariasikan bentuk penampangnya, mulai dari yang berbentuk bulat, segitiga ataupun bergerigi seperti rayon viskosa. Bentuk penampang serat akan mempengaruhi sifat kenampakan seratnya. Bentuk segitiga misalnya akan menyebabkan serat berkilau seperti sutera, sedangkan bentuk bergerigi menyebabkan serat lebih nyaman dipakai karena banyak menyimpan udara disela-sela permukaannya.

Morfologi Serat Poliester
Secara umum serat poliester berbentuk silinder lurus untuk penampang memanjang dan bulat untuk penampang melintangnya. Seperti yang disajikan pada gambar bintik-bintik kecil pada permukaan menunjukkan adanya titanium dioksida sebagai penyuram.

Penggunaan Serat Poliester
Serat poliester merupakan serat yang penggunaanya sangat bervariasi. Serat poliester dapat digunakan untuk tekstil pakaian maupun tekstil industri. Untuk tekstil pakaian umumnya poliester digunakan sebagai serat campuran bersama-sama serat alam lain misalnya kapas wol maupun serat rayon yang berbahan dasar selulosa. Hal ini bertujuan menaikkan kadar kelembaban kain yang dihasilkan. Serat poliester dapat digunakan sebagai ban pengangkut (conveyor belt) pada industri tekstil maupun kertas, karena memiliki kekuatan yang tinggi dan tahan terhadap panas. Poliester juga dapat digunakan sebagai tali jala dan kain layar karena tahan terhadap air.

2.2.2 Proses Tekstil
a.      Proses Pertenunan
Proses pembuatan kain adalah teknik di mana kita menyatukan dua benang lusi dan pakan untuk membentuk sebuah kain. Kain diproduksi dalam berbagai jenis dan desain. Integritas sebuah kain dipertahankan oleh mekanik interlocking dari serat. Stabilitas dan permukaan halus dari kain dapat dipengaruhi oleh jenis tenunannya. Anda dapat menemukan banyak berbagai jenis tenunan, namun mereka pada dasarnya menggunakan basic yang sama, yaitu teknik tenun "under and over".
Weaving / pertenunan adalah proses pembuatan kain dengan bahan baku benang, dengan cara menyilangkan ( menganyam ) benang yang membujur ( benang lusi ) dengan benang pakan yang melintang. Sebelum proses penyilangan antara kedua benang tersebut maka harus dilakukan proses persiapannya.
Proses persiapan benang lusi adalah menyiapkan benang lusi sebelum di proses di mesin tenun, dimana benang yang sudah berbentuk gulungan cone/ cheese hasil dari proses winding di proses di mesin Warping.
Proses warping adalah menggulung benang pada beam secara sejajar dengan jumlah benang tertentu. Benang dalam bentuk cone/cheese dengan jumlah tertentu di pasang di creel , kemudian ditarik melalui sisir ( agar benang sejajar ) terus benang yang sudah sejajar di gulung dibeam. Agar benang yang ditarik mempunyai tegangan yang sama maka pada benang di beri tention ( tegangan ) Gulungan benang pada beam harus sejajar , rata dan mempunyai tegangannya yang sama.
Yang harus di perhatikan pada proses warping adalah :
·         Jumlah benang pada setiap beam
·         Tegangan setiap benang harus rata
·         Gulungan benang pada beam harus rata
Bagian – bagian yang bersinggungan dengan benang waktu di tarik harus licin sehingga tidak menimbulkan gesekan, karena bila yang di lewati benang mempunyai permukaan yang kasar maka akan mengakibatkan bulu pada benang dan benang bisa putus pada saat proses. Automatis benang putus harus selalu bekerja baik, karena apabila terjadi benang putus mesin tidak berhenti maka panjang benang menjadi tidak sama yang mengakibatkan tegangan pada benang tidak sama. Benang yang putus harus segera di sambung dan simpul dari sambungan harus sekecil mungkin, karena simpul yang besar akan mengganggu proses di mesin tenun dan menimbulkan cacat pada kain yang di hasilkan. Putus benang pada proses warping di sebut break ratio ( BR ) yaitu jumlah putus benang pada total panjang benang tertentu biasanya putus benangnya di batasi maximal 1 kali setiap panjang benang 1000 000 meter atau maximal 5 kali setiap panjang benang 5000 000 meter. Kecepatan penggulungan benang pada beam juga harus diperhatikan karena makin cepat penggulungan maka produksi akan bertambah banyak , akan tetapi mempengaruhi jumlah putus benang bertambah, yang akan menurunkan kwalitas gulungan benang pada bem. Untuk itu kecepatan penggulungan harus sesuaikan dengan nomer benang yang digulung dan kwalitasnya.
Mesin warping pada saat ini sudah dilengkapi counter panjang benang yang di gulung dan apabila panjang benang telah sesuai dengan yang di inginkan mesin secara automatis berhenti dan beam bisa di turunkan dan di ganti beam baru.
Proses penganjian ( sizing ) , proses sizing adalah proses pemberian lapisan kanji pada benang lusi sebelum di tenun yang bertujuan untuk meningkatkan daya tenun. Daya tenun di peroleh karena :
·         Bulu bulu benang benang menjadi tidur.
·         Permukan benang lebih licin sehingga gaya geseknya menurun
·         Kekuatan tarik benang bertambah.
·         Daya tahan benang terhadap gesekan bertambah.
·         Serat pada benang lebih kompak.
Penganjian benang lusi mempunyai arti yang sangat penting pada kelancaran proses tenun ( loom ). Sebelum proses penganjian di lakukan maka perlu di persiapkan bahan kanjinya terlebih dahulu.
Bahan kanji bahan kanji di bagi menjadi dua bagian yaitu bahan kanji alam dan bahan kanji buatan ( sintetik ). Dalam perkembangannya kanji alam banyak di buat turunannya ( derivate ) menjadi modified kanji ( starch ), CMC ( carboxy methyl cellulose)
Macam macam kanji alam : potato starch,maize starch, tapioca starch, sago starch, dll.
Kanji sintetic : polyvinyl alcohol, galactomannan,polyacrylate, polyester dispersi.
Persyaratan bahan kanji yang di butuhkan adalah :
·         Dapat memperkuat benang.
·         Dapat merekatkan serat-serat ( bulu bulu ) pada benang.
·         Dapat memberikan elastisitas pada benang.
·         Untuk memenuhi sarat – sarat tersebut maka di butuhkan bahan kanji yang mempunyai sifat – sifat :
·         Mempunyai daya penetrasi pada tingkat tertentu
·         Membuat lapisan film yang elastis.
·         Tidaksensitif terhadap kelembaban.
·         Dapat di campur dengan bahan kanji yang lainnya.
·         Mudah di hilangkan lagi pada proses pretreatmen
Persyaratan yang harus di penuhi tersebut tidak bisadi penuhi oleh satu bahan kanji saja , karena setiap bahan kanji mempunyai kelebihan dan kekurangan,maka pemilihan bahan kanji harus di sesuaikan dengan kebutuhan.
Sebelum bahan kanji bisa dipakai untuk menganji benang, maka harus di masak terlebih dahulu. Hal hal yang perlu di perhatikan pada waktu memasak kanji adalah: Volume air yang di butuhkan untuk memasak kanji , waktu memasak, temperatur pada waktumemasak, kekentalan masakan kanji ( viscositas larutan kanji ), prosentase bahan bahan kanji yang di masak, pengadukan kanji harus merata. Sebelum larutan kanji dipakai untuk proses penganjian ,maka kanji yang sudah dimasak di tampung dulu pada tabung penampung dan di jaga kekentalan kanji dan temperaturnya.
Proses penganjian. Gulungan benang pada beam warper yang sudah disesuaikan jumlah dan panjang benangnya di pasang di creel mesin kanji ( sizing ). Benang di tarik melewati roll – roll penyuap dimasukkan ke bak kanji yang telah di isi larutan kanji yang sudah di masak. Pada bak kanji benang di lewatkan pada roll perendam ( imersi ) roll ini sangat penting pengaruhnya terhadap hasil kanjian. Makin dalam letak roll perendam masuk kedalam larutan kanji, maka makin baik proses penetrasi larutan kanji kedalam benang , karena benang relatif lebih lama bersentuhan dengan larutan kanji. Yang perlu di perhatikan adalah benang yang di proses tidak boleh bersinggungan dengan roll perendam sebelum benang terendam dalam larutan kanji.
Selain bak kanji , di lengkapi pula bak penampung kanji . kedua bak ini mempunyai arti penting bagi kelangsungan proses penganjian, karena selama proses penganjian berjalan , larutan kanji yang berada pada bak penganjian akan berkurang volumenya akibat dari larutan kanji yang terbawa oleh benang, sehingga larutan kanji harus selalu di tambah larutan yang baru. Sirkulasi larutan kanji pada bak penganjian dengan bak penampung harus selalu di jalankan sehingga temperatur dan viscositas larutan bisa konstan sehinga kanji pada benang yan diproses bisa sama ( rata ) temperatur pada bak kanji harus selalu di jaga kestabilannya karena temperatur berkorelasi dengan viscositas larutan kanji . Temperatur yang naik akan mengakibatkan viscositas larutan kanji menurun dan begitu sebaliknya. Viscositas larutan kanji tinggi, daya penetrasi larutan kanji kedalam benang akan berkurang tetapi lapisan kanji di permukaan benang cenderung lebih tinggi. Roll pemeras . Pada bak penganjian terdapat roll pemeras yang berfungsi untuk menghasilkan hasil penganjian benang yang rata dan penetrasi larutan kanji kedalam benang lebih baik. Yang perlu di perhatikan pada roll pemeras adalah besarnya tekanan roll dan kecepata roll . Tekanan roll makin besar maka penetrasi larutan kanji kedalam benang makin baik tetapi prosentase larutan kanji pada benang makin rendah dan sebaliknya makin rendah tekanan roll makin rendah penetrasi dan makin tinggi prosentase larutan kanji pada benang. Besarnya tekanan roll di tergantung dari prosentase kandungan kanji yang di harapkan. Kecepatan penganjian berpengaruh pula pada prosentase kanji pada benang. Makin cepat proses penganjian maka kandungan kanji pada benang akan bertambah karena proses pemerasan makin sedikit. Setelah benang di kanji benang dikeringkan lewat silinder pengering, dimana silinder dipanaskan dengan uap . agarbenang yang lewat di silinder tidak rusak maka silinder di lapisi lapisan anti lengket yang licin agar koeffisien gesek sangat kecil sekali sehinga tidak merusak benang dan tidak menimbulkan bulu bulu benang. Sebelum benang di keringkan untuk menidurkan bulu bulu maka benang dilewatkan pada roll dimana benang yang lewat akan bersinggungan dengan roll tersebut dan bulu yang berdiriakan tidur dan melekat pada benang karena ada lapisan kanji. Pada proses pengeringan yang harus di perhatikan adalah temperatur silinder dan kecepatan silinder pengering. Temperatur makin tinggi maka akan mengakibatkan benang semakin kering sehingga benang menjadi rapuh, dan temperatur semakin rendah akan mengakibatkan benang masih basah sehingga benang akan lengket. Kecepatan silinder makin tinggi akan mengakibatkan waktu pengeringan lebih sedikit dan cenderung benang makin basah dan begitu sebaliknya. Roll pemisah. Karena benang yan di kanji dari beberapa beam maka Agar benang antar beam tidak lengket maka benang di pisahkan oleh roll pemisah. Jumlah roll pemisah adalah jumlah beam yang terpasan padacreel di kurangi satu. Roll pemisah bisa menyebabkan : Adanya kanji yang terlepas dari benang. Jumlah bulu benangakan meningkat. Meningkatkan tegangan benang sehingga benang putus. Ketiga hal tersebut harus di perhatikan dan diameter roll pemisah tidak terlalu besar Sisir . sebelum benang di gulung pada beam tenun maka agarantar halai benang bisa terpisah maka benang di lewatkan pada sisir sizing . selain untuk memisahkan antar benang sisr berfunsi juga untuk mengatur kerataan gulungan benang dan meluruskan benang. Nomer sisir sizing di sesuaikan nomer benang dan jumlah benang yang di proses. Penggulungan benang pada beam tenun . Yang perlu di perhatikan pada gulungan benang pada beam tenun adalah : Kerataan gulungan ,tegangan benang, kekerasan gulungan, lebar beam . Yang tidak kalah penting yang harus juga di perhatikan dari hasil kanji adalah prosentase kanji dalam benang karena kandungan kanji dalam benang menentukan pula mutu hasil kanjiannya.

b.      Proses Merserisasi
Proses merserisasi merupakan proses khusus yang hanya dilakukan pada serat selulosa dan serat campurannya. Proses merserisasi adalah istilah khusus untuk perlakuan perendaman bahan serat selulosa dan campurannya dalam larutan NaOH dengan konsentrasi 26-30oC sambil diberi peregangan. Proses merserisasi bertujuan untuk menaikkan keunggulan sifat kain, yaitu :
·      Menambah kekuatan serat
·      Menambah daya serap bahan terhadap zat warna
·      Menambah kilau pada kain.
Proses merserisasi dapat dilakukan pada bahan berbentuk benang maupun kain,biasanya dilakukan antara proses penghilangan kanji dan pemasakan atau pada bahan yang telah dihilangkan kanji dan dimasak, dan kadang dilakukan pada bahan masih grey. 
Merserisasi     dapat     dilakukan     dalam     keadaan     grey     maupun sesudah.Keduanya  memiliki  kelebihan  dan  kekurangan  masing-masing. Merserisasi  grey  membantu  menghilangkan  sebagian  malam  (wax)  pada  kapas sehingga pemakaian soda kostik pada pemasakan dapat dikurangi. Penghematan masih  bisa  dilakukan  lebih  jauh  lagi  dengan  cara  menghilangkan  tahap  akhir pencucian dan penetralan pada proses merserisasi sehingga sejumlah kecil alkali yang tertinggal pada bahan dapat dimanfaatkan untuk membantu pemakaian soda kostik pada pemasakan. Daya serap dan reaktifitas yang lebih tinggi terhadap zat-zat  kimia  juga  membuka  peluang  untuk  penghematan  pada  pengelantangan. Keuntungan lain adalah bahwa merserisasi grey disebutkan memberikan pegangan lebih lembut daripada merserisasi sesudah pengelantangan. Pada merserisasi grey penetrasi  alkali  berlangsung  lambat  dan  tidak  merata  sehingga  disarankan  untuk mengerjakan bahan dengan air atau larutan alkali encer beberapa menit sebelum proses, atau lebih baik lagi dengan menambahkan pembasah tahan alkali (1%) ke dalam larutan merserisasi, untuk mempercepat pembasahan. Sedangkan benang atau kain dengan kekuatan relatif rendah sebaiknya dimerser dalam keadaan grey.
Proses merserisasi dikerjakan pada kain kapas dalam larutan NaOH pada suhu kamar dan diikuti dengan pencucian. Pengerjaan dengan kondisi tersebut memberikan hasil sebagai berikut :
·           Kain mengkeret
·           Mulur bertambah
·           Kekuatan bertambah
·           Daya serap air naik
·           Afinitas terhadap zat warna bertambah
·           Daya reaksi dari selulosa bertambah pada suhu rendah
·           Kilau, salah satu karakteristik utama produk merserisasi, pada dasarnya merupakan efek yang dihasilkan dari pemantulan cahaya yang jatuh pada permukaan serat, dan sangat bergantung pada bentuk penampang lintang dan sifat permukaannya. Pada merserisasi dengan tegangan penampang lintang serat kapas menjadi lebih bulat dan permukaannya pun lebih halus sehingga cahaya yang jatuh di atasnya akan dipantulkan secara lebih teratur dan menimbulkan kilau yang lebih baik daripada merserisasi tanpa tegangan.
Namun demikian harus diingat pula bahwa penampang lintang bulat bukanlah satu satunya penyebab timbulnya kilau, karena serat sutera yang berpenampang lintang segitiga dan hasil penyempurnaan kalender juga memiliki kilau tinggi. Salah satu faktor yang turut menentukan kilau serat namun nampaknya jarang disinggung adalah jenis serat. Pengamatan dengan mikroskop memperhatikan bahwa serat panjang (long staple) memiliki kerataan yang lebih tinggi sehingga dengan sendirinya memiliki kilau yang lebih baik.
Faktor tegangan juga menjadi penyebab rendahnya kilau benang yang terbuat dari serat pendek. Pada benang dari serat pendek gaya kohesi antar seratnya rendah sehingga masing-masing serat tersebut menjadi lebih mudah bergeser satu sama lain (slip) pada penarikan dan menurunkan efek tegangan. Kain yang terbuat dari anyaman satin atau keper umumnya akan menimbuikan efek kilau yang tinggi, terutama karena kain semacam ini memiliki banyak benang timbul pada permukaannya yang akan melipatgandakan efek kilau hasil merserisasi. Pemberian tegangan selama merserisasi, seperti telah disinggung di muka, juga akan menaikkan kekuatan tarik secara sangat berarti. Namun sebagai konsekuensinya mulur serat sebelum putus akan berkurang. Pertambahan mulur yang besar dapat dicapai dengan merserisasi tanpa tegangan.

Mekanisme
Bahan kapas yang direndam dalam larutan NaOH dengan konsentrasi tinggi akan menggembungkan serat kearah melintang dan menciut kearah membujur. Penampang melintang serat kapas yang awalnya berbentuk ginjal akan berubah menjadi elips dan kemudian menjadi bundar, hal ini mengakibatkan meningkatnya kemampuan serat dalam memantulkan cahaya sehingga bahan akan kelihatan lebih berkilau
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil merserisasi, yaitu :
§  Zat yang dipakai
Zat yang biasa digunakan adalah NaOH 28-36 oBe atau kira-kira 25 % larutan NaOH, kadang-kadang ditambahkan zat pembasah yang tahan terhadap alkali.Sebenarnya konsetrasi yang menimbulkan penggelembungan serat terbesar ialah 18 % larutan NaOH.

§  Suhu pengerjaan
Suhu yang lebih rendah memberikan hasil merserisasi yang lebih baik. Hasil yang terbaik didapat pada suhu yang tetap, seperti juga konsentrasi yang tetap akan menghasilkan kilap yang rata. Selama pengerjaan timbul panas, maka karena itu larutan NaOH harus selalu didinginkan sehingga suhunya selalu tetap. Pada suhu 30 oC NaOH akan merusak selulosa.
§  Waktu atau lamanya pengerjaan
Pengerjaan merserisasi berlangsung ± 40 detik, yaitu waktu yang diperlukan penyerapan NaOH (kostik soda) kedalam serat. Pengerjaan yang lebih lama tidak memberikan hasil yang lebih baik.
§  Kualitas bahan
Hasil yang baik akan didapat apabila bahan dimasak terlebih dahulu sebelum dilakukan proses merserisasi.Untuk bahan yang telah dimasak tetapi belum diputihkan akan memberikan pegangan yang lebih lunak, bila dibandingkan dengan kain yang diputihkan terlebih dahulu.
                  Bahan yang dimerser mengalami perubahan sebagai berikut :
     Kekuatan                                 : 25-30 % lebih kuat
     Shrinkage (mengkeret)            : 15-20 % (tanpa tegangan)
§  Tegangan dan tanpa tegangan.
Tegangan atau tanpa tegangan berpengaruh pada kilau,efek mengkeret serta daya serap terhadap zat – zat kimia.

c.       Proses Pemasakan (scouring)
Pemasakan adalah merupakan bagian dari proses persiapan pencelupan dan pencapan. Dengan proses pemasakan bagian dari komponen penyusun serat berupa minyak-minyak, lemak, lilin, kotoran-kotoran yang larut dan kotoran-kotoran kain yang menempel pada permukaan serat dapat dihilangkan. Apabila komponen-komponen tersebut dapat dihilangkan maka proses selanjutnya seperti pengelantangan, pencelupan, pencapan dan sebagainya dapat berhasil dengan baik. Serat-serat alam seperti kapas, wol dan sutera Mengandung komponen banyak sekali dan merupakan bagian serat yang tidak murni, komponen yang tidak murni ini perlu dihilangkan dengan proses pemasakan, sedangkan pada serat buatan, kemurnian seratnya lebih tinggi sehingga fungsi pemasakan dapat disamakan dengan pencucian biasa, untuk mengilangkan kotoran-kotoran pada kain.



Zat-zat Pemasak
Pada dasarnya proses pemasakan serat-serat alam dilakukan dengan alkali seperti natrium hidroksida (NaOH), natrium carbonat (Na 2 CO 3 ) dan air kapur, campuran natrium carbonat dan sabun, amoniak dan lain-lain. Sedangkan pemasakan serat buatan (sintetik) dapat dilakukan dengan zat aktif permukaan yang bersifat sebagai pencuci (detergen). Pada proses pemasakan bahan dari serat kapas terjadi hal-hal sebagai berikut :
- Safonifikasi minyak menjadi garam-garam larut.
- Pektin dan pektosa berubah menjadi garam-garam yang larut.
- Protein akan pecah menjadi asam amino asam amonia.
- Mineral-mineral dilarutkan
- Minyak-minyak yang tidak tersafonifikasi diemulsikan oleh sabun yang terbentuk.
- Kotoran-kotoran lain disuspensikan oleh sabun yang terbentuk.
- Zat-zat penguat yang terdapat pada serat akan terlepas.
- Kotoran-kotoran yang disuspensikan oleh sabun yang terbentuk.
- Kotoran-kotoran luar, sisa daun, sisa biji dapat dihilangkan secara mekanik pada mesin-mesin tertentu dengan menggunakan alkali kuat.

Teknik Pemasakan
Ditinjau dari sistem yang digunakan, proses pemasakan dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu pemasakan sistem tidak kontinyu (discontinue) contohnya pemasakan dengan bak, mesin Jigger, mesin Haspel, mesin Clapbau, mesin Kier Ketel dan pemasakan sistem kontinyu (continue) contohnya pemasakan dengan mesin padd roll Artos, Roller Bed. Sedangkan kalau ditinjau dari tekanan mesin yang digunakan, proses pemasakan dibagi menjadi 2 macam, yaitu pemasakan tanpa tekanan misalnya menggunakan bak, mesin Jigger, Haspel, Clapbau, J-Box dan L-Box dan pemasakan dengan tekanan, misalnya menggunakan mesin Kier Ketel, Jigger Tertutup.
Pemasakan Serat Kapas
Pemasakan serat kapas dapat dilakukan dengan cara tidak kontinyu, maupun cara kontinyu, juga dapat dilakukan dengan tekanan dan tanpa tekanan, sedangkan zat yang digunakan untuk proses pemasakan bahan kapas antara lain soda kostik (NaOH), soda abu (Na2CO3) dan campuran air kapur dan soda abu.

d.      Proses Pengelantangan (bleaching)
Pengelantangan dikerjakan terhadap bahan tekstil bertujuan menghilangkan warna alami yang disebabkan oleh adanya pigmen-pigmen alam atau zat-zat lain, sehingga diperoleh bahan yang putih. Pigmen-pigmen alam pada bahan tekstil umumnya terdapat pada bahan dari serat-serat alam baik serat tumbuh­tumbuhan maupun serat binatang yang tertentu selama masa pertumbuhan. Sedangkan bahan tekstil dari serat sintetik tidak perlu dikelantang, karena pada proses pembuatan seratnya sudah mengalami pemurnian dan pengelantangan, tetapi untuk bahan tekstil yang terbuat dari campuran serat sintetik dan serat alam diperlukan proses pengelantangan terutama prosesnya ditujukan terhadap serat alamnya. Untuk menghilangkan pigmen-pigmen alam tersebut hanya dapat dilakukan dalam proses pengelantangan dengan menggunakan zat pengelantang yang bersifat oksidator atau yang bersifat reduktor. Pengelantangan dapat dilakukan sampai memperoleh bahan yang putih sekali, misalnya untuk bahan-bahan yang akan dijual sebagai benang putih atau kain putih, tetapi dapat pula dilakukan hanya sampai setengah putih khususnya untuk bahan-bahan yang akan dicelup atau berdasarkan penggunaan akhirnya.

Pengelantangan Kapas dengan Hidrogen Peroksida
Meskipun hidrogen peroksida harganya lebih mahal dan prosesnya juga perlu pemanasan, tetapi pengelantangan dengan hidrogen peroksida memberikan beberapa keuntungan karena hampir tidak terjadi kerusakan serat dan prosesnya dapat lebih singkat tanpa melalui proses pengasaman dan anti khlor.
Pengelantangan untuk serat kapas, biasanya diperlukan kira-kira 2 volum H2O2 (20 ml/l H2O2 – 100 volume, pH = 11 – 12, suhu 850C dengan natrium karbonat dan zat pembasah selama 1 – 2 jam).

e.       Proses Pencelupan (dyeing)
Pencelupan adalah pemberian warna pada bahan secara merata dan permanen. Metode pemberian warna dilakukan dengan berbagai cara, tergantung dari jenis zat warna dan serat yang akan diwarnai. Proses pewarnaan secara pencelupan dianggap sempurna apabila sudah tercapai kondisi kesetimbangan, yaitu zat warna yang terserap ke dalam bahan mencapai titik maksimum.
Tahap-tahap pencelupan :
1. Migrasi
Pada tahap ini, zat warna dilarutkan dan diusahakan agar larutan zat warna bergerak menempel pada bahan. Zat warna dalam larutan mempunyai muatan listrik sehingga dapat bergerak kian kemari. Gerakan tersebut menimbulkan tekanan osmosis yang berusaha untuk mencapai keseimbangan konsentrasi, sehingga terjadi difusi dari bagian larutan dengan konsentrasi tinggi menuju konsentrasi rendah. Bagian dengan konsentrasi rendah terletak di permukaan serat, yaitu pada kapiler serat. Jadi zat warna akan bergerak mendekati permukaan serat.
2. Adsorpsi
Peristiwa difusi yang dijelaskan di atas menyebabkan zat warna berkumpul pada permukaan serat. Daya adsorpsi akan terpusat pada permukaan serat, sehingga zat warna akan terserap menempel pada bahan.
3. Difusi
Peristiwa ini terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi zat warna di permukaan serat dengan konsentrasi zat warna di dalam serat. Karena konsentrasi di permukaan lebih tinggi, maka zat warna akan terserap masuk ke dalam serat.
4. Fiksasi
Fiksasi terjadi karena adanya ikatan antara molekul zat warna dengan serat, yaitu ikatan antara gugus auksokrom dengan serat.

Gaya-gaya pengikatan pada pencelupan yaitu :
1. Ikatan hydrogen
Ikatan hydrogen merupakan ikatan sekunder yang terjadi karena atom hydrogen pada gugus hidroksi/amino mengadakan ikatan lemah dengan atom-atom lainnya.
2. Ikatan elektrovalen
Ikatan elektrovalen adalah ikatan antara zat warna dengan serat yang timbul karena adanya gaya tarik-menarik antara muatan yang berlawanan. Misalnya ikatan antara serat dengan gugus anion pada molekul zat warna.
3. Ikatan Van der Waals
Ikatan Van der Waals terjadi apabila antara zat warna dengan serat mempunyai gugus hidrokarbon yang sesuai sehingga saat pencelupan zat warna cenderung lepas dari air dan bergabung dengan serat.
4. Ikatan kovalen
Ikatan kovalen terjadi pada pencelupan serat dengan zat warna reaktif, sifatnya paling kuat dibanding ikatan yang lain

Zat Warna Reaktif Panas
 







Zat warna reaktif panas merupakan zat warna yang larut dalam air dan berikatan dengan selulosa melalui ikatan kovalen sehingga tahan luntur warna hasil celupannya baik.

Serat selulosa merupakan serat hidrofil yang strukturnya berupa polimer selulosa dengan derajat polimerisasi yang bervariasi, contoh DP rayon 500-700, sedangkan DP kapas sekitar 3000.makin rendah DP maka daya serap airnya semakin besar. Gugus OH primer pada selulosa merupakan gugus fungsi yang berperan untuk mengadakan ikatan dengan zat warna reaktif panas berupa ikatan kovalen. Serat selulosa umumnya lebih tahan alkali tapi kurang suasana asam, sehingga pengerjaan proses pencelupannya dilakukan dalam suasana asam. Gugus -OH primer pada selulosa merupakan gugus fungsi yang berperan untuk mengakakan ikatan degan zat waran reaktif panas berupa ikatan kovalen.
Zat warna reaktif panas merupakan zat warna yang larut dalam air dan berikatan dengan selulosa melalui ikatan kovalen sehingga tahan luntur warna hasil celupnya baik.
Zat warna reaktif panas antara lain procion H, Drimarene X, sumifik, remazol, sumifik supra dan Drimarene Cl. Zat warna procion H dan Drimarene x yang masing-masing mempunyai sistem reaktif triazin dan primidin termasuk zat warna reaktif yang bereaksi dengan serat melalui mekanisme substitusi nukleofilik (SN)2.
Kelemahan zat warna reaktif selain mudah rusak terhidrolisis juga hasil celupnya kurang tahan terhadap pengerjaan asam, sebagai contoh bila hasil celup dilakukan proses penyempurnaan resin finish dalam suasana asam maka ketuaan warna hasil celupnya akan sedikit turun. Zat warna reaktif yang kelompok kedua yaitu sumifik dan remazol merupakan jenis zat warna reaktif yang bereaksi dengan serat melalui mekanisme adisi nukleofilik.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi pada Proses Pencelupan dengan Zat Warna Reaktif Panas
ü    Alkali
Untuk dapat bereaksi, zat warna memerlukan penambahan alkali yang berguna untuk mengatur suasana yang cocok untuk bereaksi, mendorong pembentukan ion selulosa, serta untuk menetralkan asam-asam hasil reaksi. Dan diperlukan untuk fiksasi membentuk ikatan Kovalen
ü    Suhu
Suhu dalam pencelupan memberikan pengaruh sebagai berikut:
-       Mempercepat pencelupan
-       Mempercepat migrasi, yakni perataan zat warna dari bagian-bagian yang tercelup tua ke bagian-bagian yang tercelup muda sehingga terjadi kesetimbangan.
-       Mendorong terjadinya reaksi antara serat dengan zat warna pada pencelupan dengan menggunakan zat warna reaktif panas, akan tetapi kenaikan suhu pada proses pencelupan mempengaruhi reaksi hidrolisa.
ü         Bentuk dan ukuran molekul zat warna
-       Molekul zat warna yang datar memberikan daya tembus pada serat tetapi setiap penambahan gugus kimianya yang merusak sifat datar tersebut akan mengakibatkan daya tembus zat warna berkurang.
-       Besar kecilnya atau penambahan sesuatu zat warna akan mempengaruhi kecepatan celupnya. Molekul zat warna yang memanjang mempunyai daya untuk melewati pori-pori dalam serat lebih baikdari pada molekul-molekul yang melebar.
-       Molekul zat warna yang besar akan mempunyai ketahanan cuci yang lebih baik.
ü    pH
pH dalam pencelupan dengan zat warna reaktif panas sangat berpengaruh karena zat warna reaktif panas memerk\lukan suasana pH yang cocok untuk bereaksi. Dan apabila dilakukan pada pH alkali maka zat warna reaktif panas akan cepat terhidrolisa.
ü    Perbandingan larutan (liquar ratio/vlot)
Perbandingan larutan adalah perbandingan besarnya larutan terhadap berat bahan tekstil yang diproses. Kenaikan konsentrasi zat warna dalam larutan akan menambah besarnya penyerapan. Untuk pencelupan dengan hasil warna yang tua diusahakan untuk memakai perbandingan larutan celup yang kecil sehingga zar warna yang terbuang atau yang tidak terfiksasi sedikit.
ü    Elektrolit
Penambahan elektrolit kedalam larutan celup digunakan untuk memperbesar jumlah zat warna yang terserap oleh serat selulosa, meskipun setiap zat warna memiliki kepekaan yang berbeda-beda. Elektrolit yang ditambahkan berfungsi untuk menghilangkan muatan negatif yang terdapat pada permukaan zat warna dan bahan.

Zat warna dispersi
Zat warna dispersi pada mulanya digunakan untuk mencelup serat selulosa asetat yang merupakan serat hidrofob. Dengan dikembangkannya serat hidrofob seperti poliakrilat, poliamida, dan polyester, maka penggunaan zat warna dispersi makin meningkat. Sekarang zat warna dispersi digunakan terutama untuk mencelup serat polyester.
Zat warna dispersi termasuk golongan zat warna yang tidak larut dalam air, namun pada umumnya dapat terdispersi dengan sempurna. Zat warna tersebut sebenarnya tidak dapat digunakan untuk mewarnai serat hidrofob. Pada pemakaiannya diperlukan zat pengemban (carrier) atau adanya suhu tinggi. Sifat tahan cuci dan tahan sinarnya cukup baik. Ukuran molekulnya berbeda-beda, yang sangat erat hubungannya dengan sifat kerataan dalam pencelupan dan sifat sublimasi.

Zat Pembantu
Zat pembantu (auxiliaries) adalah zat tambahan selain zat warna yang digunakan pada proses pencelupan agar menghasilkan celupan yang penyerapan zat warnanya maksimum, warnanya rata dan sesuai target warna yang diinginkan, serat tahan luntur warnanya baik. Zat pembantu ini meliputi zat pengatur pH, zat pendispersi, zat perata, zat anti crease mark dan zat anti sadah.

Zat Pengatur pH
Pencelupan poliester dengan zat warna dispersi umumnya berlangsung dalam suasana asam pH 4.0 – 5.5. kondisi pH ini dimaksudkan agar tidak terjadi hidrolisis pada serat poliester dan sebagian besar zat warna dispersi akibat pH alkali. Untuk mendapatkan pH larutan celup tersebut perlu ditambahkan asam asetat (CH3COOH 30%) kurang lebih 0,5 mL/L.

Zat Pendispersi
Zat warna dispersi bersifat hidrofob dan kelarutannya di dalam air sangat kecil sekali, oleh karena itu partikel zat warna disperse yang tidak larut tersebut harus didispersikan secara homogen di dalam larutan. Untuk menjamin kestabilan pendispersian dan mencegah agregasi zat warna pada suhu tinggi perlu dibantu dengan zat pendispersi. Zat ini berupa suatu senyawa surfaktan anionik atau senyawa polielektrolit anionik (turunan lignosulfat) yang tahan suhu tinggi dan bekerja dengan cara bagian hidrofob dari zat pendispersi menarik partikel zat warna bagian hidrofil yang bermuatan negatif mengarah ke larutan dan menjaga jarak antar partikel zat warna agar tidak beragregasi sehingga partikel zat warna tetap terdispersi secara homogen di dalam larutan.

Zat Perata (Levelling Agent)
Zat perata yang digunakan adalah jenis leveler yang bekerja memperbesar migrasi zat warna di dalam serat serta memperbaiki pendispersian zat warna. Zat perata yang digunakan dapat berupa campuran pendispersi anionik dan nonionik serta zat perata yang mengandung carrier (campuran zat pendispersi anionik + pendispersi nonionik + carrier). Leveler yang tidak mengandung carrier ditujukan untuk mengatasi belang spot akibat pendispersian yang kurang sempurna, sedangkan leveler yang mengandung carrier digunakan untuk mengatasi belang akibat efek barrier.

Zat Anti Crease Mark
Zat ini digunakan untuk pencelupan kain dalam bentuk rope pada mesin jet dyeing dimana bisa terjadi belang pada lipatan kain dan timbul bulu pada kain akibat adanya gesekan kain dengan nozzle. Zat anti crease mark ini mengandung koloid pelindung untuk meminimumkan gesekan antara kain dengan nozzle serta mengandung zat penetrasi sehingga zat warna bisa masuk dengan baik ke bagian lipatan kain yang lebih rapat.


Zat Anti Sadah
Air proses yang mengandung logam Ca2+, Mg2+, Fe2+, Mn2+, Cu2+, Zn2+ dapat mengganggu kerja pendispersi anionik sehingga pendispersian zat warna tidak sempurna (tidak terdispersi secara monomolekuler) maka zat warna menjadi terdispersi dalam bentuk agregat sehingga molekulnya menjadi besar. Hal tersebut akan menggangu proses difusi zat warna kedalam serat sehingga akan terbentuk ring dyeing (pencelupan cincin) yang tahan lunturnya jadi lebih rendah dan warnanya menjadi lebih suram. Zat anti sadah yang sering digunakan adalah jenis EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetic Acid) yang relatif stabil pada kondisi proses pencelupan metode HT/HP.
Mekanisme Pencelupan
Serat poliester adalah serat dengan derajat kristalinitas yang tinggi. Hal tersebut menjadikan serat poliester sebagai serat yang hidrofob dan sulit bereaksi dengan zat kimia. Untuk mencelup serat yang bersifat hidrofob diperlukan zat wana yang bersifat hidrofob pula. Zat warna dispersi adalah zat warna yang bersifat hidrofob dimana kelarutannya dalam air sangat kecil dan meupan larutan terdispersi. Dilihat dari bentuk kimianya, zat warna dispersi merupakan senyawa azo atau antrakuion dengan berat molekul yang kecil dan mengandung gugus pelarut. Zat warna dispersi memiliki afinitas-afinitas yang tinggi terhadap poliester dibanding terhadap larutan sehingga zat warna dapat bermigrasi kedalam serat dan membentuk suatu larutan pada (solid solution) didalam serat poliester.
Kecepatan difusi zat warna dispersi sangat rendah sehinga waktu pencelupannya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk meningkatkan kecepatan difusinya, maka pencelupan dengan suhu dan tekanan tinggi atau pencelupan dengan bantuan zat pengemban merupakan alternatif yang dapat dilakukan untuk mencelup poliester.
Pencelupan dengan suhu tinggi selalu disertai dengan tekanan tinggi. Tekanan berfungsi untuk menaikkan suhu proses dan membantu difusi zat warna ke dalam serat. Pencelupan dilakukan pada mesin tertutup tanpa bantuan zat pengemban. Pencelupan metoda ini banyak dilakukan pada serat poliester karena dianggap efektif akibat:
·         Perpindahan atau pergerakan rantai molekul serat poliester mulai aktif pada suhu tinggi (120-130oC) sehingga memberi ruang bagi molekul-molekul zat warna untuk meningkatkan penyerapan zat warna ke dalam serat.
·         Kecepatan difusi zat warna dispersi mulai meningkat pada suhu tinggi (120-130oC) dan kecepatan penyerapan serta migrasi zat warna menjadi lebih besar sehingga akan mempercepat proses.
·         Pencelupan mulai lebih cepat karena kelarutan zat warna dispersi pada suhu tinggi (120-130oC) mulai meningkat.
Beberapa keuntungan penggunaan metoda ini adalah dapat mencelup warna tua, hemat bahan, waktu dan biaya proses, adsorbsi lebih cepat, kerataan lebih baik, ketahanan luntur baik, penetrasi lebih baik, dan dapat menggunakan zat warna dispersi dengan ketahanan sinar yang lebih baik dan sukar menguap tetapi hanya terserap sedikit pada pencelupan di bawah temperatur 100oC.
Mekanisme lain menjelaskan demikian: zat warna dispersi berpindah dari keadaan agregat dalam larutan celup masuk kedalam serat sebagai bentuk molekuler. Pigmen zat warna dispersi larut dalam jumlah yang kecil sekali, tetapi bagian zat warna yang terlarut tersebut sangat mudah terserap oleh bahan. Sedangkan bagian yang tidak larut merupakan timbunan zat warna yang sewaktu-waktu akan larut mempertahankan kesetimbangan.
Bagian zat warna dalam bentuk agregat, pada suatu saat akan terpecah menjadi terdispersi monomolekuler. Zat warna dispersi dalam bentuk ini akan masuk ke dalam serat melalui pori-pori serat.
Pencelupan dimulai dengan adsorpsi zat warna pada permukaan serat, selanjutnya terjadi difusi zat warna dari permukaan ke dalam serat. Adsorpsi dan difusi zat warna ke dalam serat dapat dipercepat dengan menaikkan temperatur proses.

f.       Proses Penyempurnaan (finishing)
1.      Proses penyempurnaan tahan air dan minyak
Penyempurnaan tolak air adalah suatu proses penyempurnaan dengan menggunakan sebuah resin dimana nantinya dihasilkan sebuah kain yang dapat menolak air, tetapi masih dapat tertembus oleh udara. Tolak air (water-repellant) adalah sifat kain yaitu permukaan yang hanya dapat menahan air sedangkan udara masih dapat tembus. Untuk mendapatkan sifat tolak air diperlukan suatu pengerjaan khusus, yang dapat digolongkan atas 2 cara, yaitu :
-       Mengadsorpsikan / mendeposisikan zat-zat yang bersifat tolak air pada serat/bahan seperti senyawa fluoro, silikon, dsb. Dengan demikian kain mempunyai daya tahan terhadap pembasahan namun tetap dapat ditembus udara. Kelemahannya yaitu kurang tahan terhadap curahan air deras apalagi dengan tekanan serta gosokan
-       Melapisi kain dengan film dari zat-zat hidrofob seperti aspal, karet, dsb. Sehingga menutupi celah antar benang dan kain. Dengan cara ini kain mampu menahan curahan air deras dengan tekanan sekalipun.
Prinsip terjadinya sifat tolak air :
1.    Tegangan permukaan dan energi bebas permukaan 
Adanya tegangan permukaan menyebabkan sistem cenderung mengambil luas permukaan sekecil mungkin sesuai dengan kebutuhan energi yang diperlukan sistem. Untuk mencapai kesetimbangan dibutuhkan energi untuk memperluas permukaan yang disebut energi bebas permukaan. Tegangan permukaan dan energi bebas permukaan adalah ekivalen.

2.    Sudut kontak dan pembasahan
Jika setetes air dijatuhkan pada permukaan zat padat, tepi tetesan tersebut membentuk sudut dengan permukaan zat padat yang disebut sudut kontak. Bila sudut kontak 0 maka permukaan terbasahi sempurna. Sudut kontak yang besar menunjukkan permukaan memiliki sifat tolak air yang besar.
3.    Penetrasi
Melalui celah-celah serat, benang dan ruang kapiler yang banyak terdapat pada kain air dapat secara spontan melewati kain. Keadaan tersebut dinamakan penetrasi dan berlangsung bila ada suatu tekanan tertentu yang membantunya. Makin besar tekanan yang dibutuhkan berarti semakin besar ketahanan air suatu bahan terhadap penetrasi. Konstruksi kain mempunyai pengaruh besar terhadap sifat tolak air, jenis serat, konstruksi benang serta karakteristik anyaman. Serat-serat yang hidrofob akan menghasilkan kain dengan sifat tolak air yang baik. Konstruksi benang longgar lebih efisien dibandingkan dengan yang rapat.

 Senyawa Fluorokarbon
Fluorokarbon adalah senyawa yang mengandung gugus fluor dan karbon. Struktur fluorokarbon hampir sama dengan hidrokarbon, tetapi dengan sifat yang sama sekali berbeda. Fluorokarbon tidak reaktif, sulit mengoksidasi atau menyerang zat-zat kimia lainnya. Senyawa fluorokarbon pada dasarnya berfungsi menurunkan energi permukaan bahan tekstil.
Umumnya senyawa fluorokarbon dibawa oleh senyawa polyakrilat. Polimer akrilat  biasanya dibentuk dari monomer akrilat yang mempunyai gugus ester atau turunan lain. Monomer-monomer tersebut, secara tunggal maupun bersama-sama akan mengalami polimerisasi adisi membentuk rantai polimer dengan panjang tertentu.  Secara sederhana dapat dikatakan bahwa ester merupakan gugus yang utama dari polimer akrilat ini. Pemilihan gugus ini penting mengingat pengaruhnya terhadap sifat kekakuan, daya tolak air, dan bentuk ikatan hasil polimerisasi.
Untuk mendapatkan ikatan silang yang diperlukan guna meningkatkan daya tahan cuci, daya basah, dan adhesi-kohesinya umumnya digunakan monomer akrilat yang reaktif yang dapat membentuk ikatan tiga dimensi, misalnya monomer karbosiklik, amida dan amino, epoksi, dan monomer hidroksil.
Senyawa fluoro memiliki sifat khas, yaitu dapat memberikan suatu energi bebas permukaan yang sangat rendah pada permukaan suatu padatan termasuk serat tekstil. Pada pemanas awetan senyawa ini akan membentuk suatu lapisan film tipis atau film yang tersusun dari gugus-gugus CF2 yang sangat rapat. Lapisan ini memiliki energi permukaan yang sangat rendah, sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan kritis (CST) bahan tekstil. Turunnya CST bahan tekstil membuatnya bersifat tolak air sekaligus tolak minyak.

2.             Proses penyempurnaan tahan api
Kain mudah terbakar (flammable) adalah kain yang akan terus terbakar meski tanpa dibantu bila terkena api. Sebaliknya adalah kain tahan api (non-flammable) yang tidak terbakar bila dikenai api. Flame retardant adalah istilah yang dipakai untuk menerangkan sifat tidak mudah terbakar pada kain, dimana pembakaran berlangsung lambat dan api akan mati dengan sendirinya bila sumber api ditiadakan.
Di beberapa negara maju tekstil untuk keperluan tertentu harus memenuhi pernyaratan tahan api. Amonium fosfat yang saat ini masih dipakai mulai digunakan pada tahun 1786. british patent 841 042 tahun 1907 menerangkan proses tahan api dengan cara merendam peras kain flanel dalam larutan stanat 450Tw, diikuti pengeringan dan pengerjaan dengan larutan amonium sulfat, serat lalu pembilasan. Pengerjaan tersebut akan meninggalkan senyawa stani oksida yang tidak larut pada akin dan memberikan sifat tahan api. Reaksi :
Na 2SnO 3 + (NH 4) 2SO 4 Na 2SO4 + 2 NH3 + H2SnO 3
Pada peristiwa pembakaran kain terjadi dekomposisi kimia serat dan menghasilkan suatu bahan tertentu yang mudah menguap dan dapat terbakar. Bila nyala api padam maka tinggalah residu sebagai karbon. Bagaimana sifat bahan dalam pembakaran ditentukan oleh jumlah bahan yan menguap. Perlu diingat bahwa sisa pembakaran (arang) juga dapat membara dan terus terbakar. Penyempurnaan tahan api diharapkan dapat mencegah tekstil terbakar bila kena api dan mencegah bara api terus menyala pada sisa pembakaran.
Bahan – bahan penyempurnaan api dapat digolongkan sebaagai berikut :
1. Zat yang larut air dan larutannya dapat dikeringkan pada kain, misalnya borax (Na 2B 4O 7.10H 2O) dan alumunium sulfat (Al 2[SO 4] 3.18H 2O). hasil penyempurnaannya tidak tahan cuci.
2. zat yang tidak larut terutama zat organik. Zat ini ditempelkan pada serat dengan cara dekomposisi rangkap, misalnya pengendapan oksida titanium, antimon atau zirkonium. Kain direndam dalam larutan oksiklorida antimon dan titanium yang diasamkan lalu dilewatkan pada larutan natrium karbonat untuk mengendapkan oksida logam didalam serat. hasilnya tahan terhadap pencucian.
3. bahan – bahan organik dengan kelarutan terbatas. Fiksasinya pada bahan tekstil dibantu resin sintetik sebagai zat pengikat. Hasil penyempurnaannya memiliki ketahanan yang baik.
4. bahan – bahan yang diaplikasikan pada serat melalui larutan atau dispersi dan selanjutnya direaksikan dengan serat melalui pemanasan. Bahan – bahan berbentuk polimer akan berikatan dengan serat sedangkan bahan – bahan asam polibasa membentuk ester dengan selulosa. Kemampuannya bereaksi dengan serat membuat hasil penyempurnaannya memiliki ketahanan pencucian yang baik.
2. 1. Proses penyempurnaan tahan api
Diantara zat – zat untuk penyempurnaan tahan api yang larut dalam air adalah:
o Borax (Na 2B 4O 7.10H 2O)
o Alumunium sulfat (Al 2[SO 4] 3.18H 2O).
o Campuran borax/asm borat 7 : 3
o Campuran borax/diamonium-hidrogen-fosfat 1 : 1
Zat – zat tersebut meleleh pada suhu relatif rendah dan membentuk busa pelindung api pada serat. Zat – zat tersebut efektif untuk mencegah nyala api walaupun bersifat sementara (tidak permanen). Asam borat dan asam fosfat atau garamnya dapat menghambat nyala bara api (afterglow) karena dapat melepaskan asam pada suhu tinggi.
Proses penyempurnaan tahan api dengan bahan – bahan anorganik tidak larut adalah proses perkin yang didasarkan pada dekomposisi ganda natrium stanat dan amonium sulfat sehingga menghasilkan stani oksida dan menyebabkan kerusakan kain kapas dan kurang tahan cuci.
Bahan – bahan tahan api asam yang tellah berhasil digunakan antara lain adalah asam sulfat dan asam fosfat (Bp 634, 690). Pada prinsipnya kain direndam peras dalam larutan asam lalu dipanasawetkan. Penambahan sianamida diperlukan untuk melindungi kain dari kemungkinan kerusakan akibat asam pada pengeringan dan pemanasawetan.
Pengerjaan dengan asam fosfat disamping memberikan sifat ketahanan nyala bara api, ternyata juga memberikan sifat tahan kusut pada kain dan mengurangi imbibisi airnya.
Pada kira – kira 1947 aminasi kapas memakai asam 2-aminoetilsulfat dan soda kostik menghasilkan kapas dengan sifat celup yang berbeda dan dapat dibuat tahan api secara permanen melalui reaksi dengan tetrakis (hidroksimetil) fosforium klorida (HOCH 2) 4PCl yang dikenal dengan singkatan THPC.
Sel-OH + NH2-(CH 2) 2-OSO 2-OH + NaOH Sel-O-(CH 2) 2-NH2 + Na 2SO 4 + H 2O
Asam 2-aminoetilsulfat
Sel-O-(CH 2) 2-NH 2 + (HOCH 2) 4PCl THPC
Sel—(CH 2) 2-N-CH 2-P-CH 2-N-(CH 2) 2-O-Sel
THPC dapat berkondensasi dan berpolimerisasi dengan sejumlah senyawa yang mengandung nitrogen dan dapat bereaksi dengan formaldehida dan menghasilkan bahan polimer yang tidak terbakar.




BAB III
PENGUJIAN


3.1 Pengujian Penentuan Ketahanan terhadap Pembasahan Permukaan (ISO 4920-2012)
3.1.1 Alat
·        - Perangkat spray
·         - Nosel semprot logam
·         - Pemegang spesimen
·         - Silinder (labu ukur) 250 ml

3.1.2 Bahan
·         - Contoh uji
·         - Air

3.1.3 Cara Uji
·      Kondisikan contoh uji pada atmosfir yang telah ditentukan (ISO 139)
·      Setelah dikondisikan,  pasang spesimen dengan aman pada dudukan spesimen dengan permukaan kain paling atas pada penopang lingkaran, tempatkan pemegang pada dudukan sebagaimana ditentukan, kecuali dinyatakan lain dalam spesifikasi material, spesimen yang ia orientasikan sehingga lilitan, atau panjang, arah sejajar dengan aliran air ke bawah spesimen
·      Tuangkan (250±2) ml air ke dalam corong dengan cepat, tetapi mantap agar penyemprotan akan terus menerus begitu sudah dimulai. Durasi atau aliran harus antara 25 detik dan 30 detik
·      Segera setelah semprotan telah berhenti, lepaskan dudukan dengan spesimennya. Pegang dudukan spesimen di tepi bawah, dengan bidang kain hampir horizontal dan kain menghadap ke bawah. Tepuk dudukan dengan kuat terhadap benda padat dengan kain menghadap objek. Putar dudukan specimen 180O dan ketuk dengan cerdas sekali lagi
·      Segera setelah mengetuk, dengan spesimen masih pada pemegangnya beri nilai derajat membasahi permukaan saja
·      Ulangi langkah-langkah diatas untuk semua spesimen

3.2 Cara Uji kadar Formaldehida bebas pada bahan tekstil (SNI 08-7036-2004)
3.2.1 Alat
·      Stoples mason lengkap dengan tutupnya
·      Keranjang kasa dan kawan tahan karat atau alat lain yang dapat menahan karat di atas permukaan air di dalam stoples
·      Neraca analitik kapasitas 200 g ketelitian 0,1 mg
·      Tungku pemanas yang dilengkapi dengan pengatur suhu
·      Penangas air dengan pengocok
·      Spektrofotometer
·      Kaca masir
·      Peralatan gelas

3.2.2 Bahan
·      Contoh uji sekitar 1 gram
·      Pereaksi schiffs
·      Pereaksi mash
·      Asetil aseton
·      Larutan formaldehida 37%
·      Larutan dimedon etil alkohol

3.2.3 Cara Uji
a. Cara A (Pereaksi Schiffs)
1.      Persiapan pereaksi schiffs
·         Larutkan 1 g rosanilin hidroklorida dalam 600 ml air suling menggunakan labu ukur 1000 ml
·         Larutkan 10 g natrium bisulfit menggunakan larutan tersebut diatas dan ditambahkan 10 ml asam klorida pekat. Setelah larut masukka ke dalam labu yang berisi larutan rosanilin tersebut dalam botol coklat dan buatlah kurva kalibrasi setiap minggu atau setiap pemakaian

2.      Persiapan larutan standar dan kurva kalibrasi
·         Buat larutan formaldehida 1500 ppm dengan mengencerkan 3,8 ml formaldehida 37% ditambah air suling menjadi 1 liter larutan dalam labu ukur yang sesuai
·         Buat larutan standar dari larutan formaldehida di atas berkonsentrasi masing-masing 15 ppm, 30 ppm, 45 ppm, dan 60 ppm dengan cara mengencerkan 5 ml, 10 ml, 15 ml dan 20 ml larutan di atas, masing-masing di dalam labu ukur 500 ml yang berbeda
·         Ambil larutan standar tersebut di atas masing-masing 5 ml menggunakan pipet volum dan masukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda
·         Buat larutan blanko dengan caera mengambil air suling 5 ml masukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda
·         Tambahkan 5 ml pereaksi schiffs ke dalam masing masing tabung reaksi 3 dan 4 di atas kemudian tutup dan kocok sampai homogen, diamkan pada suhu kamar selama 45 menit
·         Tentukan panjang gelombang pada absorbansi maksimum untuk larutan formaldehida yang telah dicampur dengan pereksi schiffs di atas dengan menggunakan panjang gelombang dari 400 nm sampai dengan 700 nm selang 10 nm dengan titik nol larutan blanko (biasanya pada panjang gelombang 560 nm)
·         Buat kurva kalibrasi dari larutan formaldehida dengan konsentrasi 15 ppm, 30 ppm, 45 ppm dan 60 ppm, kemudian tentukan persamaan lainnya
3.      Langkah-langkah pengujian
·         Masukkan 50 air suling masing-masing kedalam stoples
·         Masukka keranjang kawat yang berisi masing-masing sebuah contoh uji yang telah ditimbang ke dalam stoples kemudian tutup rapat
·         Masukkan masing-masing stoples berisi contoh uji tersebut di atas ke dalam tungku pengering pada suhu 49OC selama 20 jam
·         Keluarkan stoples dari dalam tungku pengering dan dinginkan
·         Keluarkan masing-masing contoh uji dari dalam stoples. Tutup stoples rapat-rapat dan kocok secara perlahan dan hati-hati sehingga embun yang terbentuk di dinding masing-masing stoples tercampur rata
·         Ambil 5 ml dari masing-masing stoples dengan pipet volume ke dalam tabung reaksi yang berbeda. Untuk larutan blanko, pipet 5 ml air suling dan masukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda
·         Tambahkan ke dalam masing0masing tabung reaksi di atas 5 ml pereaksi schiffs menggunakan pipet volume, kemudian tutup dan kocok. Diamkan pada suhu kamar selama 45 menit dalam keadaan tertutup
·         Ukur absorbansi masing-masing larutan menggunakan spektroforometer pada panjang gelombang yang telah ditentukan dengan larutan blanko sebagai titik nol, kemudian dengan menggunakan persamaan tentukan konsentrasi formaldehida bebas dalam larutan uji misalnya A ppm
·         Hitung kadar formaldehida dalam setiap bahan:
Kadar formaldehida bebas / g contoh = ppm
Dengan:
A adalah kadar formaldehida bebas dalam larutan hasil perhitungan

b.      Cara B (pereaksi nash)
1.      Persiapan pereaksi nash
·         Larutkan 150 g amonium asetat dalam 800 ml air suling menggunakan labu ukur 1000 ml kemudian tambahkan 3 ml asam asetat pekat dan 2 ml aseton, kocok dan tambahkan air suling sampai tanda batas
·         Diamkan larutan selama 12 jam dan simpan dalam botol coklat
·         Buatkan kurva kalibrasi setiap minggu

2.      Pembuatan kurva kalibrasi
·         Buat larutan formaldehida 1500 ppm dengan mengencerkan 3,8 ml formaldehida 37% ditambah air suling menjadi 1 liter larutan dalam labu ukur yang sesuai
·         Buat larutan standar dari larutan formaldehida di atas berkonsentrasi masing-masing 15 ppm, 30 ppm, 45 ppm, dan 60 ppm dengan cara mengencerkan 5 ml, 10 ml, 15 ml dan 20 ml larutan di atas, masing-masing di dalam labu ukur 500 ml yang berbeda
·         Ambil larutan standar tersebut di atas masing-masing 5 ml menggunakan pipet volum dan masukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda
·         Buat larutan blanko dengan caera mengambil air suling 5 ml masukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda
·         Tambahkan 5 ml pereaksi nash ke dalam masing masing tabung reaksi 3 dan 4 di atas kemudian tutup dan kocok sampai homogen, diamkan pada suhu 58OC selama 6 menit
·         Tentukan panjang gelombang pada absorbansi maksimum untuk larutan formaldehida yang telah dicampur dengan pereksi nash di atas dengan menggunakan panjang gelombang dari 400 nm sampai dengan 700 nm selang 10 nm dengan titik nol larutan blanko (biasanya pada panjang gelombang 410 nm)
·         Buat kurva kalibrasi dari larutan formaldehida dengan konsentrasi 15 ppm, 30 ppm, 45 ppm dan 60 ppm, kemudian tentukan persamaan lainnya

3.      Langkah-langkah pengujian
·         Masukkan 50 air suling masing-masing kedalam stoples
·         Masukkan keranjang kawat yang berisi masing-masing sebuah contoh uji yang telah ditimbang ke dalam stoples kemudian tutup rapat
·         Masukkan masing-masing stoples berisi contoh uji tersebut di atas ke dalam tungku pengering pada suhu 49OC selama 20 jam
·         Keluarkan stoples dari dalam tungku pengering dan dinginkan
·         Keluarkan masing-masing contoh uji dari dalam stoples. Tutup stoples rapat-rapat dan kocok secara perlahan dan hati-hati sehingga embun yang terbentuk di dinding masing-masing stoples tercampur rata
·         Ambil 5 ml dari masing-masing stoples dengan pipet volume ke dalam tabung reaksi yang berbeda. Untuk larutan blanko, pipet 5 ml air suling dan masukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda
·         Tambahkan ke dalam masing0masing tabung reaksi di atas 5 ml pereaksi nash menggunakan pipet volume, kemudian tutup dan kocok. Diamkan pada suhu 58OC selama 6 menit dalam keadaan tertutup
·         Ukur absorbansi masing-masing larutan menggunakan spektroforometer pada panjang gelombang yang telah ditentukan dengan larutan blanko sebagai titik nol, kemudian dengan menggunakan persamaan tentukan konsentrasi formaldehida bebas dalam larutan uji misalnya B ppm
·         Hitung kadar formaldehida dalam setiap bahan:
Kadar formaldehida bebas / g contoh = ppm
Dengan:
B adalah kadar formaldehida bebas dalam larutan hasil perhitungan

c.       Cara C (pereaksi asetil aseton)
1.      Persiapan pereaksi asetil aseton
·         Larutkan 150 g amonium asetat dalam 800 ml air suling
·         Tambahkan 3 ml asam asetat dan 2 ml asetil aseton kemudian diaduk dan tambahkan air suling sehingga menjadi 1000 ml dalam labu ukur yang sesuai

2.      Pembuatan larutan formaldehida standar
·         Buat larutan formaldehida 1500 ppm dengan mengencerkan 3,8 ml formaldehida 37% ditambah air suling menjadi 1 liter larutan dalam labu ukur yang sesuai
·         Buat larutan standar dari larutan formaldehida di atas berkonsentrasi masing-masing 15 ppm, 30 ppm, 45 ppm, dan 60 ppm dengan cara mengencerkan 5 ml, 10 ml, 15 ml dan 20 ml larutan di atas, masing-masing di dalam labu ukur 500 ml yang berbeda

3.      Langkah-langkah pengujian
·         Potong contoh uji menjadi bagian-bagian kecil 1 cm3 dan timbang sekitar 1 g
·         Masukkan contoh uji tersebut di atas dalam “shaker water bath” selama 1 jam
·         Saring larutan tersebut menggunakan kaca masir G2
·         Pipet masing-masing 5 ml larutan contoh uji dan 5 ml larutan formaldehida standar ke dalam tabung reaksi yang berbeda
·         Bila larutan contoh berwarna akibat lunturan zat warna dari kain tambahkan 1 ml dimedon etil alkohol
·         Tambahkan ke dalam masing-masing tabung reaksi tersebut 5 ml larutan asetil aseton, kemudian tutup dan kocok
·         Panaskan tabung-tabung tersebut pada “shaker water bath” dengan suhu 40±2OC selama 30 menit
·         Biarkan selama 30 menit pada suhu kamar
·         Ukur absorbansi masing-masing larutan tersebut diatas panjang gelombang 415 nm dengan larutan blanko 5 ml air suling ditambah 5 ml asetil aseton. Dari pengukuran ini didapat absorbansi untuk contoh uji dan absorbansi untuk larutan formaldehida standar
·         Secara terpisah masukkan 5 ml larutan contoh uji ke dalam tabung reaksi dan tambahkan 5 ml air suling, dengan cara yang sama seperti diatas, ukur absorbansi
·         Hitung kadar formaldehida bebas pada bahan dengan rumus:
Kadar formaldehida bebas/ g contoh uji =K x ppm
Dengan
K adalah konsentrasi larutan formaldehida standar (ppm)
W adalah berat contoh uji (g)
A adalah absorbansi larutan contoh uji dengan air suling
Ao adalah absorbansi larutan contoh uji dengan air suling
As adalah absorbansi larutan formaldehida standar

3.3 Cara Uji sifat nyala api (SNI 0989:2011)
3.3.1 Alat
·         Alat uji sifat nyala api
·         Alat penyikat
·         Mesin cuci kering menggunakan pelarut tetrakloroetana
·         Oven
·         Desikator berdiameter 250 mm

3.3.2             Bahan
·         Kalsium klorida anhidrat atau bahan sejenisnya
·         Gas butana
·         Sabun standar ECE atau AATCC
·         Pelarut tetrakloroetana untuk komersial
·         Sabun standar cuci kering, jenis amina sulfonat
·         Benang jahit kapas nomor 50 yang sudah dimerserisasi atau yang setara
·         Contoh uji

3.3.3        Cara Uji
·         Atur dan sesuaikan posisi rak pada alat uji dengan pemegang contoh uji dan contoh uji pendahuluan pada posisi sedemikian sehingga ujung indikator menyentuh ujung bawah permukaan contoh uji. Letakkan pemegang contoh uji dalam ruang bakar sedemikian sehingga rangka terpanjang berada diatas. Atur dan sesuaikan pembakar dan pemegang contoh uji sedemikian sehingga indikator menyentuh permukaan contoh uji, berikan nyala api di tengah-tengah lebar contoh uji, 19 mm dari ujung bawah contoh uji dan alat pembakar terletak 8 mm dari ujung contoh uji
·         Buka katup pengatur pemasukan gas pembakar dan biarkan selama kira-kira 5 menit agar udara dari saluran keluar. Beri gas api dan atur atau sesuaikan panjang nyala api hingga 16 mm, diukur dari ujung api sampai ujung nozzle gas pembakar
·         Ambil pemegang contoh uji beserta contoh ujinya dari desikator kemudian tempatkan pada rak dalam ruang bakar alat uji. Contoh uji harus sudah dikerjakan/dibakar dalam waktu 45 detik sejak dikeluarkan dari desikator. Pasang benang penyetop 9,5 mm di atas dan sejajar dengan permukaan terendah dari pelat atas pemegang contoh uji kemudian ikatkan
·         Tutup pintu alat uji. Autr pengukur waktu pada posisi nol. Lakukan pengujian di dalam ruangan yang bebas dari hembusan angin pada suhu kamar
·         Kenakan nyala api selama 1 detik dan secara otomatis pengukur waktu akan mengukur waktu perambatan nyala api. Pengukur waktu akan berhenti otomatis ketika bandul jatuh karena benang penahan terbakar
·         Catat waktu perambatan nyala api untuk setiap contoh uji dan catat pula apabila dasar contoh kain berbulu terbakar menjadi arang atau meleleh pada daerah yang terlihat terjadi kerusakan nyata dan jelas pada dasar kain tersebut.

Klasifikasi sifat nyala api tekstil
Kelas
Kain Tekstil permukaan polos
Kain tekstil permukaan berbulu
Interpretasi klasifikasi berdasarkan kelas
1
Tidak terbakar atau waktu perambatan nyala api lebih besar atau sama dengan 3,5 detik
Tidak terbakar atau waktu perambatan nyala api lebih dari 7 detik
Atau
Waktu perambatan nyala api di permukaan kain kurang dari 7 detik dengan permukaan terbakar namun dasar kain tidakterbakar tidak menjadi arang atau tidak meleleh
Tekstil yang secara umum dapat diterima sebagai kain untuk pakaian
2
-
Waktu perambatan nyala api 4-7 detik dengan dasar kain terbakar, menjadi arang atau meleleh
Tekstil yang dianggap memiliki sifat pembakaran pada kain untuk pakaian diantara kelas 1 dan kelas 2
3
Waktu perambatan nyala api kurang dari 3,5 detik
Waktu perambatan nyala api kurang dari 4 detik dengan bahan dasar kain terbakar, menjadi arang atau meleleh
Tekstil yang dianggap tidak cocok pada penggunaan kain untuk pakaian

3.4              Cara Uji Tahan luntur warna terhadap pencucian rumah tangga dan komersial (ISO 105-C06 2010)
3.4.1             Alat
·         Mesin cuci
·         Bola anti karat (baja)
·         Kain pelapis

3.4.2             Bahan
·         Deterjen (AATCC atau ECE)
·         Natrium karbonat (Na2CO3)
·         Natrium hipoklorit atau lithium hipoklorit
·         Grey scale for assessing staining
·         Spektrofotometer or colorimeter dor assesing chage in colour and staining
·         Asam asetat
·         Contoh uji

3.4.3             Cara Uji
·         Siapkan larutan dengan melarutkan 4 g/l detergen. Untuk semua uji C , D atau E sesuaikan pH yaitu dengan menambahkan kira-kira 1 gram natrium karbonat per liter. Cairan harus didinginkan hingga 20OC sebelum pH diukur. Untuk uji A dan B, tidak ada penyesuaian pH
·         Untuk uji perborat, siapkan larutan pencuci dengan mengandung perborat pada waktu pemanasan air dengan maksimum suhu 60OC untuk tidak melebihi 30 menit
·         Untuk uji D3S dan D3M, tambahkan larutan sodium hipoklorit secukupnya atau litium hipoklorit untuk menyediakan konsentrasi yang tersedia
·         Tambahkan ke setiap kontainer stainless steel volume cairan pencuci yang ditentukan dalam tabel, kecuali untuk test D2S dan E2S, sesuaikan suhu dari cairan ke dalam suhu yang ditentukan dan kemudian tempatkan spesimen bersama dengan jumlah bola baja yang ditentukan dalam wadah. Tutup wadah dan operasikan mesin pada suhu dan untuk waktu yang ditentukan dalam tabel.
·         Untuk menguji D2S dan E3S tempatkan spesimen dalam wadah pada suhu 60OC tutup wadah dan naikkan suhu ke dalam 3OC dari suhu yang ditentukan dalam waktu yang tidak lebih dari 10 menit. Mulai uji waktu segera setelah wadah ditutup, mengoperasikan mesin pada suhu yang megatur waktu ditentukan dalam tabel
·         Untuk semua uji lepaskan spesimen komposit pada akhir pencucian dan bilas dua kali selama 1 menit dalam dua bagian 100 ml air yang terpisahpada 40OC
·         Di negara-negara dimana praktiknya memburuk pada akhir operasi, operasi opsional berikut dapat dilakukan. Setiap spesimen komposit dalam 100 ml asam asetat untuk 1 menit pada 30OC kemudian bilas setiap spesimen dalam 100 ml air
·         Untuk semua metoda coba spesimen dengan menggantungnya diudara pada suhu yang tidak melebihi 60OC bagian yang bersentungan hanya garis
·         Menilai perubahan warna spesimen dan pewarnaan kain pelapis menggunakan skala abu-abu
·         Jika pengujian dilakukan pada suhu selain yang tercantum pada metode, pertama kali harus disetujui antara pihat yang berkepentingan dan dirinci dalam laporan

3.5              Cara Uji Tahan Luntur Warna terhadap Keringat (ISO 105-E04 2013)
3.5.1             Alat
·                     Alat uji
·                     Oven tanpa kipas sirkulasi
·                     Gray scale ISO 105-A02
·                     Staining Scale 105 105-A03
·                     Spektrofotometer atau colorimeter
·                     11 gelas atau kaca dari resin akrilik

3.5.2             Bahan
·                     Larutan keringat asam
·                     Larutan keringat basa
·                     Kain pelapis

3.5.3             Cara Uji
·                    Rendam spesimen dalam alkali sehingga benar-benar basah pada pH 8 dengan vlor 50:1 dan biarkan tetap dalam larutan pada suhu kamar selama 30 menit. Tekan dan gerakkan dari waktu ke waktu untuk memastikan penetrasi larutan dan bersihkan larutan yang berlebih dari spesimen antara dua batang kaca. Tempatkan spesimen komposit antara dua gelas atau pelat resin akrilik dibawah tekanan nominal dan letakkan dalam perangkat uji yang teelah dipanaskan sebelumnya. Dengan prosedur yang sama basahi spesimen komposit dalam larutan asam pada pH 5 kemudian uji di ala uji yang dipanaskan terpisah
·                    Simpan alat uji yang berisi spesimen didalam oven selama 4 jam pada suhu 37 ± 2 OC
·                    Buka setiap spesimen komposit dan keringkan dengan menggantungknya di udara pada suhu tidak melebihi 60OC dengan 2 atau 3 bagian yang bersentuhan hanya pada garis jahitan
·                    Nilai perubahan warna setiap spesimen dan pewarnaan kain yang berdekatan degan perbandingan dengan skala abu-abu atau secara instrumental

3.6        Cara Uji Tahan Daya Serap Bahan Tekstil (SNI 08-0279-2013)
3.6.1        Alat
·         Lingkaran penyulam (embroidery hoop) dengan diameter 15 cm atau lebih
·         Buret dengan jumlah tetesan 15-25 per ml
·         Stopwatch
3.6.2        Bahan
·           Contoh uji
·           Air
3.6.3        Cara Uji
·           Contoh uji dipasang pada lingkaran penyulam sedemikian sehingga permukaannya tegang. Kemudian dipasang 1 cm di bawah ujung tetesan buret dan setetes air diteteskan pada contoh uji tersebut. Buret yang berisi air suling diatur sedemikian sehingga kira-kira setiap 5 sekon meneteskan satu tetes air pada suhu 27 ± 3OC
·           Waktu menghilangnya pantulan langsung dari tetesan air, diukur dengan stopwatch. Waktu tersebut ditentukan dengan kedudukan lingkaran penyulam terletak diantara pengamat dan sumber cahaya (misalnya jendela) dengan sudut sedemikian sehingga pantulan langsung cahaya dari permukaan tetesan air yang menjadi rata dapat dilihat dengan jelas. Pada saat tetesan air tersebut terserap, sedikit demi sedikit daerah yang berkilauan menghilang dan akhirnya lenyap sama sekali meningkalkan bekas yang basah. Tepat pada itu stop watch dihentikan

3.7              Cara Uji Tolak Minyak
Sama dengan cara uji daya serap bahan tekstil (diatas) hanya saja tidak menggunakan air, melainkan menggunakan minyak yang memiliki 8 jenis minyak pada pengujian tersebut.
Sebenarnya ada pengujian untuk ketahanan terhadap air dan minyak (Scotchgard) hanya saja saya belum memperoleh dokumen mengenai pengujian tersebut karena berbayar dan cukup mahal (standard intenasional)

3.8              Cara Uji Soil Release: Oily Stain Release Method (AATCC Test Method 130-2000)
3.8.1   Alat
·           Kertas AATCC White textile blotting
·           Kertas kaca atau yang setara
·           Timer
·           Pemberat
·           Botol
·           Washer
·           Pengering
·           Termometer
·           Stain release replica

3.8.2   Bahan
·         Deterjen
·         Ballast (potongan-potongan kain yang sudah diputihkan)
·         Minyak jagung

3.8.3   Cara uji
Prosedur pewarnaan
·           Tempatkan spesimen yang tidak ternoda pada ketebalan tnggal AATCC white paper tekstil permukaan horizontal
·           Teteskan minyak sebanyak 5 tetes ditengah perkiraan tes
·           Tempatkan 7,6 x 7,6 cm persegi kertas gelas di atas daerah noda
·           Tempatkan pemberat pada kertas gelas langsung di atas area bernoda
·           Biarkan pemberat tanpa terganggu kemudian lepaskan bobot dan buang lembar kaca
·           Jangan biarkan spesimen uji bernoda dan menghubungi satu sama lain dengan cara yang akan mentransfer noda lalu cuci dalam 20 menit setelah pewarnaan

Prosedur pencucian
·           Isi mesin cuci dengan air periksa dengan termometer
·           Tambahkan 100 g detergen ke dalam mesin cuci
·           Mulai pengadukan air, letakkan bal dan kemudian uji spesimen di mesin cuci membuat total muatan 1,80 ± 0,07 kg
·           Atur dial pada mesin cuci untuk cuci normal untuk dijalankan selama 12 menit diukur waktu dan memungkinkan siklus untuk berjalan
·           Pada akhir putaran, tempatkan seluruh beban, uji spesimen dan ballast, ke dalam pengering
·           Keringkan pada pengaturan norman pada waktu 45 menit atau sampai kering
·           Hapus spesimen dari pengeringan lalu nilai sisa noda dalam 4 jam setelah pengeringan

3.8.4   Evaluasi
·           Pasang replika pelepasan noda pada papan pemasangan, dengan pusat standar 114 ± 3 cm dari lantai
·           Tempatkan spesimen uji datar pada meja hitam diatasnya dengan satu ujung meja menyentuh papan pemasangan. Kain harus diputar untuk dilihat dari arah yang menghasilkan yang terendah
·           Jarak pandang adalah 76 ± 3 cm dari pemasangan belakang papan. Penilai seharusnya berdiri tepat di depan spesimen. Memvariasikan sudut pandang baik horizontal perhitungan atau vertikal dapat mempengaruhi nilai pada beberapa kain
·           Setiap penilai harus secara independen dari sisa noda pada spesimen uji dengan noda pada pelepasan noda replika dan beli nilai setiap spesimen uji pada 0,5 kelas terdekat menurut tabel

 
BAB IV
DISKUSI
(Cara mendapatkan sertifikat Oekotex Standard 100)



Untuk mencapai tujuan menjadi label produk yang dipercaya oleh konsumen dan standar keamanan produk yang seragam dalam menilai zat-zat berbahaya bagi produsen tekstil dan pakaian, maka sistem Oeko-tex memiliki komponen sebagai berikut:
·         Kriteria pengujian yang sesuai dengan hubungan antara tekstil dan manusia dengan lingkungan yang memiliki dasar ilmiah bersifar seragam secaraglobal
·         Evaluasi ulang tahunan dan pengembangan lebih lanjut nilai-nilai batas dan kriteria yang telah ditetapkan
·         Pengujian dan sertifikasi produk tekstil oleh lembaga penguji independen dengan keahlian yang sesuai
·         Pengujian bahan baku, produk setengah jadi dan produk jadi tekstil di semua tahapan produksi (prinsip modular) yaitu pengujian dan sertifikasi dapat dilakukan paada setiap tahap pengolahan produk tekstil
·         Pemakaian bahan baku yang disertifikasi oeko-tex akan menimbulkan efek sinergi dalam pengujian, termasuk pengurangan biaya pengujian
·         Kesesuaian produk sebagai hasil manajemen mutu operasional perusahaan
·         Audit perusahaan untuk memastikan rosedur sertifikasi yang optimal serta memberi dukungan terarah bagi jaminan mutu operasional perubahaan
·         Pengawasan produk dengan cara tes pengendalian secara berkala di pasar dan pemeriksaan lokasi produksi oleh auditor endependen dari asosiasi oeko-tex
Untuk mendapatkan label atau sertifikasi oeko-tex yaitu dengan cara mengajukan permohonan secara tertulis dari pihak produsen kepada salah satu lembaga penguji yang berwenang atau kantor resmi diseluruh dunia lalu sampel dikirim dan akan di uji secara ekslusif di lembaga anggota oeko-tex di Eropa dan Jepang untk memastikan konsistensi dan tingkat pengujian yang tnggi. Persyaratan awal untuk pemberian sertifikat oleh lembaga penguji atau pusat sertifikasi yang bersangkutan adalah adanya pernyataan kesesuaian dari pihak produsen bahwa sampel produk tekstil yang lolos pengujian akan selalu sama dengan kualitas produk yang dihasilkan atau dijual selama dua belas bulan masa berlakunya lisensi. Jika sudah mengajukan permohonan maka langkah selanjurnya yaitu audit perusahaan dimana dalam pengauditan ini, auditor dari lembaga pengujian oeko-tex bersama-sama dengan perusahaan yang mengajukan peermohonan memeriksa proses produksi dan jaminan mutu perusahaan untuk megoptimalkan persyaratan sertifikasi serta untuk memastikan mutu produk yang berkaitan dengan ekologi manusia selama masa sertifikasi.
Sedangkan untuk biaya terdiri atas biaya lisensi, biaya audit perusahaan oleh lembaga penguji yang ditunjuk serta biaya laboratorium dan perluasan sertifikat akan dikenai biaya pemrosesan dan tergantung pada pengujian yang diperlukan untuk produk yang ditambahkan
Pengujian di laboratorium akan dilaksanakan setelah catatan data produk dan produksi yang sistematis tersedia, lembaga pengujian yang ditunjuk menyusun rencana pengujian untuk produk yang diuji lalu tekstil akan diperiksa dengan metode kasus-kasus terburuk yang didefinisikan dengan tepat berdasarkan parameter katalog kriteria oeko-tex yang juga diuji misalnya jumlah penyempurna yang tinggi. Pengujian laboratorium ini dilakukan baik secara fisika maupun kimia dengan standard yang berkembang baik secara nasional maupun internasional misalnya ISO , dll..
Setelah dilakukan pengujian laboratorium terhadap sampel produk dari pemohon, lembaga penguji yang bersangkutan membuat laporan pengujian yang menjelaskan bahwa sampel uji dianggap mewakili produk yang akan disertifikasi. Laporan pengujian mendokumentasikan hasil pengujian secara terperinci dan secara khusus mengidentifikasi penyimpangan serta upaya perbaikan terhadap penyimpangan tersebut. Sesuai dengan permohonan yang diajukan oleh perusahaan, pengujian dilakukan menurut pesyaratan kelas yang dipilih. Wearpack merupakan kelas II dimana produk tekstil langsung bersentuhan dengan kulit. Nilai batas-batas yang sesuai untuk kelas produk masing-masing digunakan sebagai kriteria penilaian. Laporan pengujian disertai rekomendasi dari lembaga penguji untuk mengeluarkan sertifikat bagi kelompok produk yang diinginkan beserta keterangan umum tentang kelas produk berdasarkan hasil pengujian. Biaya pelaksanaan pengujian dan pembuatan laporan pengujian akan ditagihkan oleh lembaga penguji.
Agar bisa melabeli atau mengiklankan produk-produk yang telah lolos pengujian dengan label oeko-tex pemohon harus membuat pernyataan kesesuaian secara tertulis sesuai dengan EN 45014 sebelum diterbitkannya sertifikat, bahwa selama 12 bulan masa berlakunya sertifikat, kualitas produk mereka yang berhubungan dengan manusia dan lingkugan yang bersasal dari produksi saat ini akan selalu sama dengan kualitas sampel yang diserahkan, dengan kata lain kualitas produk akan selalu konsisten. Persyaratan awal untuk hal ini adanya sistem jaminan mutu (OA) operasional yang sesuai yang harus diakui oleh lembaga yang berwenang. Dengan menyerahkan pernyataan kesesuaian, pemohon bertanggung jawab penuh atas kualitas produk yang mereka produksi. Selain itu dalam pernyataan kesesuaian tertulis, pemohon yang mengakui bahwa asosiasi oeko-tex berhak melaksanakan tes pengendalian pada produk tersebut selama masa berlakunya sertifikat guna memastikan kepatuhan terhadap jaminan produk
Bagian selanjutnya dari sertifikasi selain dokumentasi tertulis dan pemeriksaan laboratorium terhadap sampel pengujian yang dikirimkan adalah audit perusahaan di lokasi perusahaan pemohon yang merupakan tempat produk yang akan disertifikasi diproduksi. Untuk sertifikasi baru pelaksanaan kunjungan perusahaan oleh auditor dari lembaga anggota oeko-tex yang ditunjuk berdekatan dengan saat pelaksanaan sertifikasi. Secara umum kunjungan perusahaan dilakukan setiap tiga tahun sekali. Tujuan audit perusahaan adalah untuk memastikan persyaratan sertifikasi yang optimal baik untuk lembaga penguji yang ditunjuk (verifikasi persyaratan teknis) maupun untuk perusahaan pemohon (penentuan biaya, manfaat, pengeluaran yang optimal melalui konsultasi sistematis mengenai pemilihan bahan sampel, deksripsi kelompok produk, versi sertifikat, penggunaan label, langkah-langkah manajemen mutu dan lain-lain.
Jika persyaratan dan hasil pengujian sudah tercapai atau sudah lolos seleksi maka sertifikat akan diberikan, namun akan terjadi pemeriksaan kembali atau audit dari oeko-tex dan jika produk tersebut tidak sesuai maka sertifikat tersebut akan dicabut oleh lembaga oeko-tex.


BAB V
KESIMPULAN


Label oeko-tex didapatkan dalam waktu yang panjang, biaya yang tinggi dengan persyaratan yang begitu ketat, namun jika sudah memiliki produk dengan label atau sertifikat oeko-tex maka akan memperoleh keuntungan yaitu meningkatkan peluang penjualan produk perusahaan karena saat ini sejumlah besar pembeli dalam rantai produksi tekstil memerlukan kriteria oeko-tex sebagai bagian integral dari persyaratan dan ketentuan pengiriman dan yang paling penting adalah tanggung jawab akan keselamatan manusia dan lingkungan yang menjadi kewajiban bagi setiap produsen untuk memperhatikan dua aspek penting ini. Dan juga bahan-bahan yang sudah disertifikasi pengeluaran finansial untuk pengujian ganda bisa dihindari karena hanya dilakukan terhadap apapun yang ditambahkan pada masing-masing tahapan produksi.

DAFTAR PUSTAKA
  
alatsafety.net/pentingnya-mengenakan-wearpack/
ISO 105-E04:2013
ISO 105-C06:2010
SNI 08-7036-2004
SNI 0989;2011
ISO 4920:2012






































LAMPIRAN



Comments

Popular posts from this blog

LAPORAN PRAKTIKUM SERAT TEKSTIL UJI PELARUTAN

LAPORAN PRAKTIKUM UJI KERUSAKAN WOOL 1 DAN 2

Ebook Textile, Chemistry etc